Dunia sepak bola Indonesia yang seharusnya menjadi panggung mimpi bagi para pemuda berbakat, kini tercoreng oleh kisah pilu seorang kiper muda asal Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung. Rizki Nurfadilah, remaja berusia 18 tahun yang penuh semangat mengejar karier profesional, justru terjebak dalam jerat sindikat perdagangan manusia (human trafficking) di Kamboja.
Diiming-imingi tawaran mengikuti seleksi tim di PSMS Medan, langkah awalnya yang penuh harapan berubah menjadi mimpi buruk menjadi pekerja paksa di negeri asing.Kisah Rizki bermula dari pesan manis di media sosial.
Melalui akun Facebook, seorang pria yang mengaku sebagai perwakilan sekolah sepak bola (SSB) di Medan menghubungi Rizki. Tawaran itu terdengar meyakinkan: kesempatan bergabung dengan PSMS Medan, klub legendaris Liga 2 yang sering menjadi batu loncatan bagi talenta Sumatera Utara. Sebagai kiper andal di lingkungan sekitar, Rizki melihat ini sebagai tiket emas untuk mewujudkan impiannya.
Tanpa curiga, ia berpamitan pada keluarga pada pertengahan Oktober lalu, berjanji akan kembali dengan kabar baik setelah seleksi. Namun, realitas yang dihadapi jauh dari lapangan hijau.
Setelah tiba di Jakarta, Rizki bukan dibawa ke Medan, melainkan dilanjutkan perjalanan ke Malaysia sebagai transit, sebelum akhirnya mendarat di Kamboja. Di sana, ia diduga dipaksa bekerja di bawah pengawasan ketat, tanpa upah layak dan kebebasan bergerak.
Kontak terakhir dengan keluarga hanya sesekali melalui telepon, di mana Rizki terdengar lelah dan tertekan, mengeluh tentang kondisi yang jauh dari janji awal.
Neneknya, Imas Siti Rohanah, yang merawat Rizki sejak kecil, kini hanya bisa berdoa dan menangis setiap malam, menunggu kabar dari cucunya yang hilang kontak belakangan ini.
Kasus ini bukan yang pertama di mana sepak bola dijadikan umpan palsu oleh sindikat TPPO. Menurut data Kementerian Sosial, Indonesia mencatat ribuan korban perdagangan orang setiap tahun, dengan modus penipuan pekerjaan menjadi yang paling marak.
Di sektor olahraga, khususnya sepak bola, fenomena ini semakin mengkhawatirkan karena banyak pemuda dari daerah pedesaan seperti Dayeuhkolot yang bermimpi menjadi bintang, tapi minim pengetahuan tentang risiko penipuan online.
Rizki, yang dikenal sebagai anak rajin berlatih di lapangan desa, mewakili ribuan talenta muda yang rentan terhadap jebakan semacam ini. Ia bukan hanya korban individu, tapi simbol kegagalan sistem perlindungan bagi atlet pemula di Indonesia.
Menyikapi dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) ini, Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Rudi Setiawan langsung mengambil langkah tegas. Pada Senin (18/11), ia menggelar pertemuan dengan keluarga Rizki untuk mendalami kronologi kejadian.
“Kami siap tindak lanjuti,” kata Rudi di Bandung, seperti dilansir Antara, Selasa, 18 November 2025. Kapolda menekankan komitmen Polda Jabar dalam memberantas jaringan TPPO lintas batas.
“Polda Jawa Barat membuka diri. Kalau ada dugaan atau peristiwa yang merupakan tindak pidana perdagangan orang, silakan mengadu ke kami. Tidak usah formal-formal, lisan saja pun cukup. Ini pasti kami respons,” tegasnya.
Tim reserse kriminal khusus telah dibentuk untuk melacak jejak sindikat, termasuk koordinasi dengan otoritas Kamboja dan Interpol jika diperlukan. Rudi juga memperingatkan masyarakat agar waspada terhadap tawaran karir olahraga yang datang dari sumber tidak jelas, terutama melalui platform digital.
Di sisi lain, Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI) tak tinggal diam. Sebagai wadah yang mewakili ribuan pemain di Tanah Air, APPI langsung bergerak untuk menyelamatkan Rizki. Mereka telah menjalin komunikasi intensif dengan pihak berwenang dan keluarga korban.
“APPI telah berkomunikasi dengan keluarga Rizki dan siap untuk membantu upaya pemulangan Rizki kembali ke Indonesia,” tulis keterangan resmi APPI.
Lebih lanjut, organisasi ini mendesak pemerintah untuk menjadikan kasus ini prioritas nasional.
“APPI sebagai wadah representatif dari para pesepakbola di Indonesia meminta agar hal ini juga menjadi urgensi bagi pemerintah, aparat keamanan dan pihak-pihak lain yang berwenang untuk mengupayakan pemulangan dilakukan segera dengan memprioritaskan keselamatan dari Rizki.”Presiden APPI, Andritany Ardhiyasa, yang juga kiper Persija Jakarta, menyuarakan keprihatinan mendalam atas insiden ini.
“Kasus ini bukan hanya persoalan individu, tetapi peringatan bagi semua pihak akan perlindungan pemain muda dan kewaspadaan terhadap modus penipuan berkedok sepakbola. APPI berdiri bersama keluarga Rizki dan mendesak pemerintah serta aparat untuk mengambil tindakan cepat dan tegas,” ujarnya.
Andritany menambahkan bahwa APPI akan mendorong pembentukan mekanisme verifikasi tawaran seleksi klub, bekerja sama dengan PSSI untuk mendidik pemuda tentang bahaya human trafficking.
Kasus Rizki Nurfadilah menjadi pengingat getir bahwa di balik gemerlap sepak bola, ada bayang-bayang kegelapan yang mengintai. PSMS Medan sendiri telah menyatakan ketidaktahuan atas tawaran palsu tersebut, dan klub ini menyerahkan penyelidikan sepenuhnya kepada polisi.
Sementara itu, komunitas sepak bola Bandung mulai menggelorakan kampanye kesadaran, dengan pelatih lokal di Dayeuhkolot mengadakan sesi edukasi bagi anak-anak muda. Harapannya, Rizki segera kembali ke pelukan keluarga, dan kisahnya menjadi pelajaran berharga agar tak ada lagi korban serupa.
Pemerintah pusat, melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga, diharapkan turun tangan lebih proaktif. Dengan koordinasi lintas lembaga, pemulangan Rizki bisa menjadi tonggak perubahan dalam melindungi aset berharga bangsa: generasi mudanya yang bermimpi menendang bola ke gawang sukses. Sampai saat ini, keluarga Rizki masih menanti kabar baik, berharap Senin depan menjadi hari kebahagiaan.
Scr/Mashable










