Seorang pengendara sepeda Inggris meninggal dunia saat berpartisipasi dalam balap sepeda Mallorca 312 di Majorca. Kejadian itu membuat banyak orang terkejut.
Korban (belum diketahui identitasnya) meninggal dunia saat berpartisipasi dalam balap sepeda amatir Mallorca 312, sebuah tur keliling pulau Spanyol. Kecelakaan itu terjadi pada pagi hari tanggal 26 April (waktu setempat). Mantan bintang Chelsea Eden Hazard juga menghadiri acara tersebut.
Menurut media Inggris, pembalap berusia 40 tahun itu terjatuh dan mengalami serangan jantung saat balapan. Staf medis berusaha menyelamatkan nyawanya, dan segera membawanya ke rumah sakit pulau dengan ambulans, tetapi korban tidak selamat.
Polisi telah memulai penyelidikan. “Mallorca 312 OK Mobility berduka cita atas meninggalnya seorang pembalap selama acara berlangsung. Kami ingin menyampaikan belasungkawa yang sedalam-dalamnya kepada keluarga dan orang-orang terkasih sang pembalap. Beristirahatlah dengan tenang,” kata penyelenggara balapan.
Ini bukan pertama kalinya tragedi menimpa komunitas bersepeda di Mallorca.
Awal bulan ini, seorang turis Irlandia meninggal di jalan. Pada bulan Maret 2016, seorang turis Skotlandia meninggal ketika ia tertabrak truk saat bersepeda. Pada bulan September 2023, seorang pembalap Inggris tertabrak truk dan terluka parah, terjatuh dari tebing setinggi lebih dari 9 meter.
Sementara itu, Eden Hazard berbagi cerita saat melewati garis finis: “Perlombaan itu sulit dan kaki saya benar-benar sakit, tetapi itu hebat. Bagian pertama baik-baik saja, tetapi 25 km terakhir benar-benar sulit. Saya perlu berlatih lebih keras dan menurunkan berat badan sedikit, maka itu akan sempurna.”
Kisah Kelam Balapan Sepeda yang Merenggut Nyawa
Dunia balap sepeda dikenal dengan kecepatan, ketangguhan, dan semangat kompetisi yang membara. Namun, di balik gemerlapnya medali dan sorak sorai penonton, ada sisi kelam yang terkadang menghantui olahraga ini: kecelakaan tragis yang merenggut nyawa.
Salah satu kisah yang masih membekas adalah tragedi di ajang balapan sepeda internasional pada tahun 2016, yang menimpa seorang pembalap muda berbakat, Antoine Demoitié, di balapan Gent-Wevelgem, Belgia. Kejadian ini bukan hanya mengguncang komunitas balap sepeda, tetapi juga memicu diskusi panjang tentang keamanan dalam olahraga ini.
Pada hari itu, langit Belgia diselimuti awan kelabu, seolah meramalkan duka yang akan datang. Antoine Demoitié, pembalap berusia 25 tahun dari tim Wanty-Gobert, tengah berjuang di peloton, berusaha mengejar posisi terdepan. Gent-Wevelgem, balapan klasik yang terkenal dengan jalur berbatu dan angin kencang, selalu menjadi ujian fisik dan mental.
Di tengah ritme balapan yang intens, Demoitié terlibat dalam tabrakan dengan beberapa pembalap lain di kilometer ke-115. Ia terjatuh keras ke aspal, namun malapetaka sebenarnya terjadi sesaat kemudian. Sebuah motor pengawalan, yang seharusnya mengamankan jalur, justru menabrak Demoitié yang tergeletak di jalan. Benturan itu fatal.
Paramedis segera bergerak, tetapi kondisi Demoitié sudah kritis. Ia dilarikan ke rumah sakit di Lille, Prancis, dengan luka parah di kepala dan tubuh. Malam itu, setelah berjuang melawan maut, Demoitié menghembuskan napas terakhirnya, meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, rekan tim, dan penggemar. Kematiannya menjadi pukulan keras bagi dunia balap sepeda, yang baru saja mulai pulih dari serangkaian insiden serupa.
Tragedi ini bukanlah yang pertama. Sebelumnya, nama-nama seperti Fabio Casartelli, yang tewas di Tour de France 1995, dan Wouter Weylandt, yang kehilangan nyawa di Giro d’Italia 2011, juga mencatatkan noda kelam dalam sejarah balap sepeda. Namun, kematian Demoitié menyoroti masalah yang lebih spesifik: peran motor pengawalan dalam balapan. Motor-motor ini, yang bertugas mengawal pembalap dan awak media, sering kali melaju terlalu dekat dengan peloton. Kecepatan tinggi, jarak yang minim, dan kondisi jalan yang tidak selalu mulus menciptakan resep bencana. Dalam kasus Demoitié, motor yang menabraknya diduga melaju dengan kecepatan yang tidak sesuai dengan situasi di depannya.
Insiden ini memicu kemarahan dan seruan untuk reformasi. Komunitas balap sepeda, termasuk pembalap senior seperti Fabian Cancellara, menuntut aturan yang lebih ketat untuk motor pengawalan. Mereka meminta pengemudi motor dilatih secara khusus untuk menghadapi dinamika balapan, serta pembatasan jumlah kendaraan di dekat peloton. UCI (Union Cycliste Internationale), badan pengatur balap sepeda dunia, akhirnya merespons dengan memperkenalkan pedoman baru, termasuk jarak minimum antara motor dan pembalap serta sanksi bagi pengemudi yang ceroboh. Namun, bagi keluarga Demoitié, perubahan ini terasa terlambat.
Kisah Antoine Demoitié adalah pengingat bahwa di balik keindahan olahraga, ada risiko yang selalu mengintai. Balap sepeda bukan sekadar soal kecepatan atau ketahanan, tetapi juga tentang keberanian menghadapi bahaya. Tragedi ini mengajarkan kita untuk terus memperjuangkan keselamatan, agar nyawa-nyawa berbakat seperti Demoitié tidak lagi direnggut di tikungan terakhir. Semangatnya tetap hidup dalam setiap pedal yang digowes, mengingatkan kita bahwa setiap balapan adalah perjuangan, baik di lintasan maupun di luar lintasan.
Scr/Mashable