Dalam persiapan yang semakin ketat menjelang Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia, Arab Saudi mengejutkan dunia sepak bola dengan merekrut Nicolas Jover, spesialis bola mati dari Arsenal, untuk memperkuat skuad mereka. Langkah strategis ini diambil guna menghadapi laga krusial melawan Timnas Indonesia dan Irak di grup B, yang akan digelar di venue terpusat pada Oktober mendatang.
Kabar ini langsung menjadi sorotan, mengingat Jover dikenal sebagai otak di balik revolusi bola mati The Gunners yang membuat mereka tak tertandingi di Premier League.
Konfirmasi datang dari media Arab Saudi ternama, Riyadiya TV, melalui akun resminya di platform X.
“Pelatih set piece Arsenal, Nicolas Jover, bergabung dalam pemusatan latihan Timnas Arab Saudi dan akan mendampingi tim menghadapi Indonesia dan Irak,” demikian bunyi pernyataan singkat mereka yang langsung viral di kalangan penggemar sepak bola Asia.
Saat ini, Jover dikabarkan sudah tiba di Republik Ceko, lokasi camp latihan tim asuhan Herve Renard. Pelatih asal Prancis itu, yang membawa Arab Saudi lolos ke Piala Dunia 2022, tampaknya ingin memaksimalkan setiap keunggulan taktis untuk memastikan timnya finis di posisi teratas grup dan mengamankan tiket otomatis ke turnamen besar di Amerika Utara, Meksiko, dan Kanada.
Rekrutmen Jover ini bukan sekadar tambahan staf sementara; ini adalah bagian dari ambisi besar Arab Saudi untuk mendominasi kualifikasi. Sebelumnya, Timnas Hijau-Zamrud sempat tersandung di ronde ketiga, termasuk kekalahan mengejutkan 0-2 dari Indonesia di Jakarta pada November lalu.
Gol ganda Marselino Ferdinan saat itu menjadi mimpi buruk bagi pertahanan Saudi, tapi juga pelajaran berharga. Dengan format ronde 4 yang hanya satu pertemuan per lawan—berbeda dari home-away biasa—setiap kesalahan bisa fatal. Renard, yang dikenal dengan pendekatan disiplinnya, melihat Jover sebagai kunci untuk mengubah bola mati dari senjata biasa menjadi ancaman mematikan.
Siapa Nicolas Jover? Dari Kanada ke Empayar Bola Mati Arsenal
Nicolas Jover bukan nama asing bagi pengamat sepak bola Eropa. Lahir di Berlin, Jerman, pada 28 Oktober 1981, pria berkebangsaan Prancis ini dibesarkan di Montpellier dan memulai petualangan karirnya yang unik. Di usia muda, ia pindah ke Quebec, Kanada, untuk menempuh studi sarjana olahraga di Universitas Sherbrooke.
Di sana, Jover terinspirasi oleh olahraga Amerika seperti National Football League (NFL), yang menekankan strategi khusus untuk situasi mati—seperti tendangan bebas atau lemparan inbound. Gelar master-nya membawanya bergabung dengan klub amatir lokal Dynamik de Sherbrooke sebagai direktur teknis, di mana ia mulai bereksperimen dengan taktik bola mati.
Kembali ke Eropa, Jover sempat menjadi analis video di Montpellier pada 2009, sebelum melangkah ke Inggris pada Juli 2016. Ia bergabung dengan Brentford sebagai pelatih bola mati di bawah Dean Smith, dan melanjutkan peran serupa saat Thomas Frank mengambil alih. Di The Bees, Jover membantu tim Championship—kini Premier League—menjadi raksasa bola mati, sering kali mencetak gol krusial dari sudut dan tendangan bebas. Pengalamannya di Brentford menarik perhatian Manchester City, di mana ia direkomendasikan oleh Mikel Arteta—saat itu asisten Pep Guardiola—dan bergabung pada Juli 2019.
Di Etihad, Jover berkontribusi pada gelar Premier League 2019/20, di mana City memimpin liga dengan gol dari bola mati. Musim berikutnya, mereka finis keempat di kategori serupa. Namun, puncak karirnya terjadi saat ia menyusul Arteta ke Arsenal pada 5 Juli 2021.
Sebagai pelatih set piece, Jover bekerja berdampingan dengan asisten seperti Albert Stuivenberg dan Iñaki Caña. Hasilnya? Revolusi total. Sejak kedatangannya, Arsenal mencetak 70 gol dari bola mati dalam empat musim, termasuk 20 gol di Premier League 2023/24—rekor tertinggi di kompetisi tersebut, tidak termasuk penalti.
Lebih mengejutkan lagi, kontribusi Jover membuat gol Arsenal dari bola mati melonjak hingga 266% dibandingkan era pra-Arteta. Data Opta menunjukkan, sejak awal musim lalu, The Gunners memimpin liga dengan 24 gol dari situasi mati, termasuk 22 dari tendangan sudut saja. Strateginya inovatif: rotasi pemain di kotak penalti untuk membingungkan bek lawan, penggunaan data analitik untuk memprediksi pergerakan, dan latihan intensif meski jadwal padat.
Arteta pernah menyebut Jover sebagai “orang spesial” yang ia “perjuangkan” untuk direkrut, karena bola mati bukan lagi “senjata lemah” tapi “keuntungan esensial” di level elit. Bahkan, di musim 2024/25, Arsenal sering membuka skor dari set piece, seperti dua gol kemenangan atas Manchester United baru-baru ini.
Reputasi Jover tak luput dari kontroversi. Ia pernah dijuluki “pria paling menyebalkan di sepak bola” karena obsesinya pada detail, tapi itu justru yang membuatnya efektif. Kontraknya baru diperpanjang hingga 2027, tapi keterlibatannya dengan Saudi tak akan mengganggu tugas di Emirates—hanya pinjaman sementara untuk kualifikasi.
Ancaman Bola Mati Saudi: Peringatan Serius bagi Timnas Indonesia
Bagi Timnas Indonesia, kehadiran Jover adalah alarm merah. Garuda Muda, yang lolos ke ronde 4 setelah kejutan atas Saudi dan performa solid di bawah Shin Tae-yong, harus siap hadapi tim yang kini lebih licik. Di ronde ketiga, Indonesia unggul agregat atas Saudi berkat kemenangan 2-0 di GBK, tapi format baru ronde 4—satu laga di neutral venue—mengharuskan fokus total. Grup B juga melibatkan Irak, rival abadi Saudi yang selalu tangguh.
Strategi bola mati Saudi berpotensi jadi pembeda. Dengan pemain seperti Salem Al-Dawsari dan Abdulelah Al-Malki yang lincah di udara, ditambah sentuhan Jover, mereka bisa eksploitasi kelemahan pertahanan Indonesia di kotak penalti.
Ingat, di Piala Asia 2023, Saudi mencetak 30% gol dari set piece. Renard, yang pernah bawa Maroko ke semifinal Piala Dunia 2022, akan gunakan ini untuk tekanan konstan. “Di level tinggi, bola mati bisa putuskan pertandingan,” kata Jover dalam wawancara baru-baru ini, menekankan agresi tim lawan yang kini lebih padat di area gawang.
Indonesia, dengan andalan seperti Marselino, Ragnar Oratmangoen, dan bek tangguh seperti Rizky Ridho, harus tingkatkan marking zonal dan man-to-man. Semenjak era Shin Tae-yong, pelatih Korea Selatan yang sukses bangun skuad muda, Garuda telah perkuat latihan bola mati sejak ronde ketiga.
Tapi, menghadapi “guru” seperti Jover berarti adaptasi cepat: analisis video Saudi, simulasi rotasi, dan mungkin rekrut spesialis sendiri. Sejarah rivalitas kedua tim panas—dari kemenangan Indonesia baru-baru ini hingga mimpi buruk Saudi di Jakarta—menjanjikan duel epik.
Ronde 4 ini krusial: pemenang grup lolos langsung, runner-up ke playoff Asia, dan satu lagi ke interkontinental. Qatar di grup A dengan UAE dan Oman jadi ancaman lain, tapi bagi Indonesia, mengalahkan Saudi lagi bisa jadi legenda baru.
Dengan Jover di pinggir lapangan, Arab Saudi tampil lebih tajam, tapi semangat Garuda tak pernah pudar. Laga ini bukan hanya soal tiket Piala Dunia, tapi harga diri Asia Tenggara.
Apakah Timnas Indonesia siap hadapi “senjata rahasia” Saudi? Waktu akan jawab di Oktober. Sementara itu, dunia bola tunggu inovasi Jover yang bisa ubah nasib kualifikasi.
Scr/Mashable