Ilustras/Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
Ilustras/Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO

Mengapa Situs Judol Masih Merajalela Meski Terus Diblokir?

Dari teknologi yang licin, pemasaran agresif, hingga tantangan regulasi lintas batas. Mengapa perang melawan judi online terasa begitu sulit dimenangkan?!
06.11.2025

Kita pasti sering melihatnya. Entah itu melalui pesan singkat (SMS) yang menyasar nomor acak, pop-up iklan di situs web yang tak terduga, atau bahkan promosi terselubung yang dilakukan oleh oknum di media sosial. Fenomena judi online, atau yang akrab disebut ‘judol’, tampak seperti hantu digital; dilarang, dikecam, namun terus bergentayangan.

Pemerintah, melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), telah memblokir ratusi ribu, bahkan jutaan, konten dan situs terkait judi online. Namun, kenyataannya, di lapangan kita masih dengan mudah menemukan eksistensinya. Satu tautan diblokir, seribu tautan baru muncul.

Mengapa?

Mengapa mesin-mesin digital haram ini begitu sulit diberantas.

Perang Teknologi yang Tak Seimbang: Kucing-kucingan Digital

Alasan pertama dan paling teknis adalah sifat dari internet itu sendiri: tanpa batas (borderless) dan dinamis.

  • Regenerasi Instan: Ketika Komdigi memblokir satu nama domain (contoh: https://www.google.com/search?q=situsjudol.com), operator hanya perlu waktu beberapa menit untuk mendaftarkan domain baru (situsjudol.xyz, situsjudol.net, atau variasinya) dan mengarahkan server mereka ke alamat baru tersebut.
  • Server di Luar Negeri: Ini adalah tantangan yurisdiksi terbesar. Sebagian besar server induk situs judi online tidak berada di Indonesia. Mereka ditempatkan di negara-negara yang melegalkan perjudian atau memiliki regulasi yang longgar (sering disebut offshore havens). Hukum Indonesia tidak bisa menjangkau server fisik di negara lain.
  • Kamuflase Tautan: Mereka semakin pintar. Tautan judi online kini sering dititipkan di situs-situs yang terlihat sah, seperti situs pemerintahan atau pendidikan yang diretas (dikenal dengan istilah backlink haram), atau disamarkan menggunakan layanan pemendek URL.

Upaya pemblokiran oleh pemerintah pada dasarnya adalah permainan kucing-kucingan. Pemerintah menutup pintu depan, tapi mereka sudah siap dengan seribu pintu belakang.

Pemasaran Agresif yang Menusuk ke Ruang Privat

Situs judi online tidak akan sebesar ini tanpa strategi pemasaran yang brutal dan tanpa etika. Mereka tidak lagi menunggu bola, mereka menjemput bola hingga ke ruang paling privat kita.

  • SMS & WhatsApp Blast: Menggunakan data nomor telepon yang (entah bagaimana) bocor, mereka mengirimkan tawaran “gacor” dan “maxwin” langsung ke ponsel kita.
  • Infiltrasi Media Sosial: Mereka menggunakan buzzer, influencer baik yang terang-terangan maupun terselubung, dan akun-akun palsu untuk membanjiri linimasa dengan konten promosi. Mereka bahkan menyisipkan tautan di kolom komentar akun-akun besar.
  • SEO Gelap (Black Hat SEO): Mereka membajak kata kunci yang sedang tren. Saat ada berita besar, mereka menyisipkan nama situs mereka di artikel-artikel palsu agar ikut terindeks di pencarian Google.

Agresivitas ini menciptakan ilusi bahwa judi online adalah hal yang normal atau umum, yang secara perlahan mengikis resistensi psikologis masyarakat.

Sisi Permintaan (Demand) yang Tak Terbendung

Sebuah bisnis hanya akan bertahan jika ada pelanggan. Harus diakui, permintaan akan judi online di masyarakat sangat tinggi. Ini adalah akar masalah sosial yang lebih dalam.

  • Faktor Ekonomi: Di tengah kesulitan ekonomi atau himpitan finansial, iming-iming mendapatkan uang secara instan meskipun itu ilusi menjadi sangat menarik bagi sebagian orang.
  • Faktor Psikologis: Akses yang mudah yang hanya butuh ponsel, gratifikasi instan, dan dopamin yang didapat dari “menang sedikit” menciptakan lingkaran adiksi yang sulit diputus.
  • Pergeseran Budaya: Jika dulu perjudian harus dilakukan sembunyi-sembunyi di lokasi fisik, kini bisa dilakukan di kamar tidur sambil rebahan. Anonimitas yang ditawarkan dunia digital membuat orang merasa aman untuk mencoba.

Tantangan Regulasi dan Penegakan Hukum

Dari sisi hukum, ini adalah mimpi buruk. Menindak bandar judi online jauh lebih sulit daripada menangkap bandar darat.

  • Anonimitas Transaksi: Meskipun rekening bank lokal digunakan seringkali atas nama orang lain yang dipinjam atau dicuri datanya, aliran uang utamanya seringkali diputar menggunakan cryptocurrency atau layanan keuangan digital luar negeri yang sulit dilacak.
  • Yurisdiksi Lintas Batas: Seperti yang telah dibahas, jika otaknya (operator dan pemilik) berada di Kamboja, Filipina, atau Malta, aparat penegak hukum Indonesia memiliki keterbatasan wewenang untuk menangkap mereka. Ini membutuhkan kerja sama internasional yang rumit dan birokratis.

Ini Bukan Sekadar Masalah Blokir

Memberantas fenomena judi online bukanlah sekadar urusan blokir-memblokir situs. Ini adalah masalah multi-dimensi yang kompleks.

Upaya pemblokiran yang dilakukan Komdigi penting sebagai langkah defensif, namun itu tidak akan pernah cukup jika tidak diimbangi dengan strategi ofensif yang holistik.

Pemberantasan judi online membutuhkan solusi dari berbagai lini. Mungkin dengan

  • Penegakan Hukum
    Kerja sama internasional yang lebih kuat untuk mengejar bandar besar di luar negeri.
  • Literasi Digital
    Edukasi masyarakat secara masif tentang bahaya dan jebakan adiksi judi online.
  • Regulasi Finansial
    Pengawasan yang lebih ketat dari OJK dan PPATK terhadap aliran dana mencurigakan dan penggunaan rekening pinjaman.
  • Solusi Sosial-Ekonomi
    Yang terpenting, mengatasi akar masalah kemiskinan dan kesenjangan yang membuat masyarakat rentan terhadap iming-iming uang instan.

Selama permintaan masih tinggi, teknologi masih licin, dan penegakan hukum masih terkendala yurisdiksi, maka setan-setan judi online ini akan terus bergentayangan di dunia maya kita.

*