Jakarta – Di tengah hiruk-pikuk skena musik Jakarta Selatan yang tak pernah tidur, sebuah inisiatif organik berhasil bertahan dan tumbuh subur. Senin malam, 24 November 2025, menjadi saksi bisu bagaimana Main-Main di Cipete merayakan satu tahun eksistensinya. Bertempat di Casatopia Cafe, Cipete, acara ini bukan sekadar perayaan ulang tahun, melainkan sebuah pernyataan sikap tentang pentingnya ruang inklusif bagi musisi.
Dimulai tepat pukul 19.00 WIB, episode spesial ulang tahun ini menyuguhkan kurasi line-up yang solid dan beragam: solois pop alternatif Dendi Nata, eksperimentalis Akujeje, dan penyuar isu sosial Aldy Amis.
Main-Main di Cipete lahir dari keresahan dan visi Eno Suratno Wongsodimedjo di bawah bendera Reallist Management. Sejak peluncuran perdananya di akhir tahun 2024, program mingguan ini secara konsisten menjadi “rumah” bagi suara-suara yang mungkin belum terjamah radar festival besar.
Dalam sambutannya, Eno menegaskan kembali DNA dari acara ini. Ia menolak pretensi dan batasan genre yang kerap mengotak-ngotakkan musisi.
“Main-Main di Cipete adalah ruang di mana musisi bisa tampil tanpa batasan, tanpa pretensi, dan dengan semangat kolaborasi lintas latar,” ujar Eno di hadapan penonton yang memadati venue.
Lebih jauh, Eno menyentil realitas industri festival saat ini. “Panggung ini dibuat dengan harapan besar, bahwa musisi bertumbuh Indonesia bisa mendapat tempat di acara-acara besar, sehingga bisa menampik anggapan festival musik line up-nya itu-itu aja,” tambahnya, menyoroti pentingnya regenerasi dalam ekosistem musik tanah air.

Malam perayaan tersebut dibuka dengan syahdu oleh Dendi Nata. Solois asal Semarang yang dikenal dengan penulisan lirik personal ini membawa atmosfer hangat melalui nomor-nomor andalannya seperti “Selamanya” dan “Tergariskan”. Aransemen minimalis yang diusungnya justru memperkuat kedalaman pesan yang ia sampaikan, membuat penonton larut dalam narasi lagunya.

Suasana berubah menjadi lebih cair dan eksploratif saat Akujeje naik panggung. Musisi yang sempat viral berkat interpretasi ulang lagu anak “Lihat Kebunku” dalam nuansa yang lebih dark dan dewasa ini, membawakan materi segar dari rilisan terbarunya. Lagu “Bualan Masa Lalu” dan “Dansaria” sukses memancing respons antusias, membuktikan bahwa musik eksperimental memiliki tempat tersendiri di hati penikmat gig Jakarta.

Sebagai penutup yang bertenaga, Aldy Amis hadir dengan spirit folk yang lugas dan tanpa tedeng aling-aling. Mengambil materi dari album “Filosofi Males” dan “Album Komplikasi”, Aldy menyuarakan kegelisahan sosial lewat lirik satir. Mulai dari “Darurat Judi”, “Local Wisdumb”, hingga single teranyarnya yang memantik diskusi, “Lapor Mas Wapres”. Penampilannya menjadi pengingat bahwa musik masih menjadi media kritik yang tajam.

Satu tahun berjalan, Main-Main di Cipete mencatatkan statistik yang impresif. Lebih dari seratus musisi dari berbagai penjuru Indonesia—bahkan beberapa talenta dari Malaysia—telah menjajal panggung intim Casatopia.
Namun, nilai jual utama acara ini bukan hanya pada siapa yang tampil, melainkan ekosistem yang dibangun. Malam itu, terlihat sejumlah promotor festival musik turut hadir, membaur tanpa sekat dengan para musisi. Sesi interaktif yang digelar menjadi jembatan vital bagi para musisi independen untuk membangun jejaring.
“Saya ingin malam ini jadi ajang berjejaring. Semoga acara ini melahirkan kolaborasi antara satu sama lain,” harap Eno.

Dengan dukungan penuh dari Casatopia Cafe sebagai lokasi tuan rumah, Main-Main di Cipete berkomitmen untuk terus bergulir setiap minggunya. Ini adalah kabar baik bagi kesehatan industri musik lokal: sebuah panggung yang konsisten, terbuka, dan yang terpenting, berpihak pada pertumbuhan musisi itu sendiri.




![Poster 2025 STAYC TOUR [STAY TUNED] yang akan digelar di Istora Senayan pada bulan Juni mendatang (Foto: Tangkap layar Instagram @dyandraglobal)](https://hellokepsir.com/storage/2025/03/etbh03pwe93rykt-1024x768.jpeg)
