Dari labirin bawah tanah skena musik Jakarta muncul sebuah entitas sonik bernama Visual Disorder. Mereka bukan sekadar band; mereka adalah eksperimen audio, sebuah ledakan frekuensi tak beraturan yang entah bagaimana tetap menemukan keseimbangan. Kuartet yang terdiri dari Ghama (vokal/gitar), Bimo (bass), Haris (drum), dan Adit (gitar), ditambah seorang “pawang fauna” misterius, baru saja melepas maxi single berjudul “Bisa,” sebuah gerbang menuju dunia psychedelic mereka yang unik. “Bisa” sendiri memuat dua nomor andalan: “Dila adalah Rumput” dan “inyiminnimouse”.
Meskipun sempat merilis album Natsinadhays di tahun 2013, kurangnya distribusi digital membuat karya tersebut seolah menghilang ditelan bumi. Namun, di penghujung 2024 ini, Visual Disorder hadir kembali dengan kekuatan penuh. Natsinadhays di-remaster dan dirilis ulang, menandai babak baru perjalanan mereka. Maxi single “Bisa” menjadi pembuka dari comeback yang menjanjikan ini, sekaligus memperkenalkan kembali—atau bagi sebagian orang, memperkenalkan untuk pertama kali—sound khas Visual Disorder. Sebelumnya, mereka juga sempat merilis dua single, “Nurahman” dan “Sylvia” pada 2018, yang dianggap sebagai jembatan antara album debut dan materi terbaru mereka.

Mengklasifikasikan Visual Disorder dalam satu genre rasanya mustahil. Walaupun sering dicap sebagai band psychedelic rock, mereka menolak batasan-batasan genre. Musik mereka adalah peleburan berbagai pengaruh, mulai dari soundscape Sroeng Santi yang atmosferik, riff-riff berat Black Sabbath, groove Ramayana Soul yang menghipnotis, hingga energi punk ala NOFX yang meledak-ledak. Eksperimen dengan instrumen menjadi DNA mereka, menciptakan tekstur suara yang tak terduga. Lirik mereka pun tak kalah unik; penuh metafora yang “terlalu serius untuk dianggap serius,” menawarkan interpretasi yang beragam bagi pendengarnya.
Proses kreatif di balik “Bisa” pun sama chaotic-nya dengan musik mereka. Inspirasi bisa muncul dari hal-hal paling absurd, seperti suara eskalator rusak yang tak disangka membentuk beat menarik, atau kisah tentang seorang gadis bernama Dila yang rumahnya dipenuhi rumput, memunculkan pertanyaan filosofis: “Apakah Dila sebenarnya adalah Rumput?”. Dari pertanyaan inilah lahir single “Dila adalah Rumput”. Spontanitas adalah kunci bagi Visual Disorder. Mereka tidak ingin terikat pada formula tertentu, membiarkan ide-ide liar mengalir dan membentuk musik mereka.
Visual Disorder tidak berhenti di “Bisa”. Mereka sedang mempersiapkan materi-materi baru dan siap untuk kembali mengguncang panggung. Lebih dari sekadar didengarkan, musik Visual Disorder adalah sebuah pengalaman yang harus dirasakan langsung.
Dengarkan “Bisa” di Spotify dan ikuti perjalanan mereka di platform media sosial. Bersiaplah untuk terseret ke dalam kekacauan musik yang terstruktur, sebuah paradoks yang hanya bisa dihadirkan oleh Visual Disorder.
Contact:
Email: contact.visualdisorder@gmail.com
IG: @Visualdisorderrr