Kesepakatan merekrut Antony yang dianggap ambisius telah menjadi bukti paling jelas kelemahan Manchester United dalam manajemen transfer.
Pada September 2022, Manchester United mengumumkan kontrak senilai 85,5 juta poundsterling dengan Antony dari Ajax, menjadikan pemain asal Brasil itu sebagai kontrak termahal kedua dalam sejarah klub. Namun kurang dari dua setengah tahun kemudian, kesepakatan ini tidak hanya menjadi kekecewaan besar di lapangan tetapi juga menjadi beban finansial bagi tim.
Kisah “Pajak Manchester United”
Selama bertahun-tahun, Manchester United menderita dari apa yang disebut “pajak Manchester United” – fenomena klub lain menaikkan harga pemain ketika mereka melihat minat dari tim Setan Merah.
Namun kenyataannya, Manchester United-lah yang menciptakan kondisi untuk situasi ini. Seringnya membayar lebih untuk target transfer membuat tim menjadi “mangsa empuk” di pasar transfer, dan Antony menjadi bukti paling nyata.
Pada awal musim panas 2022, Setan Merah mematok harga tertinggi untuk Antony sebesar £55 juta poundsterling, berdasarkan faktor komparatif seperti nilai Raphinha yang kemudian membuktikan kemampuannya di Liga Inggris. Namun setelah hanya beberapa minggu, di bawah tekanan dari pelatih Erik ten Hag dan awal musim yang buruk (kalah dari Brighton dan Brentford), Manchester United memutuskan untuk menaikkan harga.
Di jam-jam terakhir bursa transfer, ketika Edwin van der Sar – CEO Ajax – dengan tegas menolak menurunkan harga. Manchester United mengalah dan menyetujui bayaran sebesar 95 juta euro (termasuk biaya tambahan).
Antony langsung mencetak gol dalam debutnya melawan Arsenal, membantu klub menang 3-1. Namun, performa tersebut tidak bertahan lama. Setelah 62 pertandingan Liga Inggris, Antony hanya mencetak 5 gol dan 3 assist.
Gaya bermain Antony membuat fans lambat laun kehilangan kesabaran. Dia sering menyalahgunakan teknik, mengoper bola ke belakang atau melakukan gerakan yang unfaedah.
Tak hanya itu, bintang asal Brasil itu juga mendapat masalah di luar lapangan. Tuduhan penyerangan terhadap mantan pacarnya memaksanya untuk rehat sejenak dari kompetisi, sangat mempengaruhi performa dan semangatnya. Meski polisi Brasil menutup penyelidikan, kasus tersebut masih ditangani di Manchester, memperpanjang hari-hari tak terlupakan sang pemain.
Kesalahan Terbesar di Bursa Transfer?
Dengan besarnya biaya, Antony menjadi simbol kegagalan Manchester United di pasar transfer. Pada akhir musim ini, biaya amortisasi kontrak Antony akan berjumlah 51,3 juta pound, namun sisa nilai yang tercatat masih 34,2 juta pound – angka yang sulit dicapai jika ia menjualnya di masa depan.
Jika hanya menjual 20 juta poundsterling, maka tim harus mencatat kerugian sebesar 14,2 juta poundsterling dalam pembukuan keuangannya. Hal ini menempatkan Manchester United pada posisi yang lebih sulit, memaksa mereka untuk mempertimbangkan menjual talenta muda seperti Kobbie Mainoo atau Alejandro Garnacho untuk menyeimbangkan anggaran mereka – sesuatu yang tidak ingin dilihat oleh penggemar.
Kesepakatan Antony bukan hanya kegagalan finansial, tapi juga menjadi peringatan bagi manajemen transfer Manchester United. Hal ini menunjukkan kelemahan dalam penilaian pemain, kurangnya strategi dan kerentanan terhadap tekanan.
Di bursa transfer, “pajak Manchester United” akan terus ada jika klub tidak mengubah pendekatannya. Untuk menghindari terulangnya kesalahan yang sama, Manchester United memerlukan strategi jangka panjang, fokus pada nilai sebenarnya dari pemain daripada mengambil keputusan terburu-buru karena tekanan jangka pendek.
Antony sempat digadang-gadang menjadi sosok sempurna di skuad asuhan Erik ten Hag. Namun sebaliknya, ia menjadi simbol kelemahan dan kegagalan Manchester United selama satu dekade terakhir.
Ketika Manchester United bersiap untuk membiarkan Antony pergi dengan status pinjaman, pelajaran dari kesepakatan itu akan bergema di seluruh koridor kekuasaan di Old Trafford – sebuah pengingat bahwa keputusan yang buruk tidak hanya merugikan tim dalam hal finansial, tetapi juga reputasi dan masa depan.
Scr/(mashable)