NASA Siap Ungkap Rahasia Dasar Laut yang Masih Misterius

23.03.2025
NASA Siap Ungkap Rahasia Dasar Laut yang Masih Misterius
NASA Siap Ungkap Rahasia Dasar Laut yang Masih Misterius

Mungkin mengejutkan bahwa kedalaman lautan Bumi lebih asing bagi para ilmuwan dibandingkan permukaan bulan, yang berjarak 240.000 mil di luar angkasa.

Namun, itu benar. Selama beberapa dekade, pesawat luar angkasa telah memetakan fitur lanskap bulan menggunakan kamera dan sensor. Sementara itu, pemetaan dasar laut menghadapi tantangan besar.

Tekanan air yang luar biasa di kedalaman samudra dapat menghancurkan sebagian besar peralatan, dan dasar laut tersembunyi di bawah lapisan air yang sangat dalam, yang menyerap cahaya dan menjadi buram. Hal ini membuat pengamatan langsung menjadi sangat sulit.

Namun, upaya baru dengan data dari satelit yang dipimpin NASA membantu mengubah keadaan, menghasilkan salah satu peta paling detail dari dasar lautan dunia yang pernah dibuat.

Satelit ini, yang disebut SWOT (Surface Water and Ocean Topography), merupakan hasil kolaborasi antara NASA dan badan antariksa Prancis, Centre National d’Études Spatiales.

“Satelit ini merupakan lompatan besar dalam kemampuan kita untuk memetakan dasar laut,” kata David Sandwell, seorang ahli geofisika dari Scripps Institution of Oceanography, dalam sebuah pernyataan.

Diluncurkan pada Desember 2022, satelit ini sebenarnya dirancang untuk mengukur ketinggian air di lautan, danau, serta sungai di seluruh dunia.

Meskipun tidak dibuat khusus untuk pemetaan dasar laut, para ilmuwan menemukan bahwa teknologi canggihnya dapat membantu memperkirakan ukuran dan bentuk struktur bawah air dengan lebih akurat.

Para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu menekankan pentingnya mengetahui apa yang ada di dasar laut. Peta dasar laut membantu kapal bernavigasi menghindari bahaya, serta membimbing para insinyur dalam pemasangan kabel komunikasi bawah laut.

Selain itu, pemetaan ini berperan dalam studi tentang arus laut dalam, pasang surut, serta pergerakan lempeng tektonik Bumi, bagian-bagian besar kerak Bumi yang bergeser selama jutaan tahun.

Para ahli selama ini menggunakan metode tradisional untuk memetakan dasar laut, dengan mengirimkan kapal yang dilengkapi teknologi sonar, gelombang suara yang dipantulkan dari dasar laut untuk mengukur kedalaman.

Namun, proses ini berlangsung sangat lambat karena kapal hanya bisa mencakup area kecil dalam satu waktu, meninggalkan sebagian besar lautan tetap belum terpetakan.

Lambatnya kemajuan ini membuat para ilmuwan mungkin tidak bisa mencapai target peta dasar laut yang lengkap pada tahun 2030.

Meskipun ada banyak satelit di orbit rendah Bumi, sebagian besar memiliki resolusi yang kurang tajam dibandingkan sonar. Namun, data baru dari SWOT memiliki detail sekitar dua kali lebih baik dibandingkan peta satelit sebelumnya, sehingga lebih mudah mengidentifikasi fitur yang sebelumnya tidak diketahui.

Peta dasar laut terbaru berbasis SWOT ini telah diterbitkan dalam jurnal Science pada Desember lalu.

NASA membuat animasi, yang diposting di atas, menampilkan beberapa informasi baru yang terungkap dari data SWOT, termasuk di wilayah lepas pantai Meksiko, Amerika Selatan, dan Semenanjung Antartika.

Area berwarna ungu menyoroti daerah yang lebih rendah di sekitar elevasi bawah laut yang lebih tinggi, yang ditampilkan dalam warna hijau.

Teknologi radar baru yang digunakan satelit ini memungkinkan pendeteksian gunung bawah laut (seamount) yang ukurannya kurang dari setengah dari yang sebelumnya berhasil dipetakan.

Hal ini berpotensi meningkatkan jumlah gunung bawah laut yang diketahui dari 44.000 menjadi 100.000. Gunung-gunung bawah laut ini memengaruhi arus laut dan dapat menciptakan area kaya nutrisi yang menarik kehidupan laut.

“Kita tidak akan bisa menyelesaikan pemetaan berbasis kapal sepenuhnya pada tahun 2030,” kata Sandwell. “Tapi SWOT akan membantu kita mengisinya.”

Begini cara teknologi ini bekerja: Satelit mendeteksi perubahan kecil dalam ketinggian air. Permukaan laut sebenarnya tidak rata seperti lembaran kaca.

Gunung bawah laut dan fitur geologis lainnya yang memiliki massa lebih besar dari lingkungan sekitarnya menciptakan tonjolan kecil akibat tarikan gravitasi yang sedikit lebih kuat. Variasi kecil ini dapat diukur dengan instrumen SWOT. Satelit ini memindai 90 persen permukaan planet setiap 21 hari saat mengorbit.

Menurut makalah dalam jurnal Science, SWOT mengumpulkan data yang lebih detail dalam satu tahun dibandingkan dengan 30 tahun misi satelit sebelumnya. Peta baru ini memiliki resolusi sekitar 5 mil, memungkinkan para ilmuwan mendeteksi fitur yang sebelumnya luput dari perhatian.

Kejelasan yang lebih tinggi ini memungkinkan ilmuwan mendeteksi punggungan bawah laut yang dikenal sebagai abyssal hills, yang terbentuk dalam barisan panjang akibat pergerakan tektonik yang lambat.

Fitur ini merupakan bentuk topografi paling umum di Bumi, menutupi sekitar 70 persen dasar laut, yang airnya, sebagai informasi, menutupi sekitar 70 persen permukaan planet. Karena ukurannya lebih kecil dibandingkan gunung bawah laut, satelit sebelumnya kesulitan menemukannya.

Peta yang lebih rinci ini dapat mengarah pada penemuan geologi baru, seperti menemukan gunung berapi bawah laut yang masih aktif dan garis patahan yang sebelumnya tidak diketahui. Bahkan, mungkin juga ada penemuan kembali daratan kuno yang dahulu tidak selalu tertutup air.

Penelitian ini juga memiliki manfaat bagi para astrobiolog. Banyak ilmuwan berpendapat bahwa reaksi kimia yang diperlukan untuk memulai kehidupan di Bumi terjadi di punggungan tengah samudra, tempat lempeng tektonik saling menjauh.

Aktivitas ini terkadang menciptakan ventilasi hidrotermal, lingkungan dengan air super panas yang kaya akan mineral. Data dari SWOT dapat membantu ilmuwan menemukan mata air panas bawah laut baru untuk studi di masa depan, yang dapat membantu kita memahami lebih baik bagaimana kehidupan bisa terbentuk, mungkin bahkan di luar Bumi.

Scr/Mashable