Beralih ke MMA, Patrice Evra Tantang Luis Suarez Naik ke Atas Ring

29.04.2025
Beralih ke MMA, Patrice Evra Tantang Luis Suarez Naik ke Atas Ring
Beralih ke MMA, Patrice Evra Tantang Luis Suarez Naik ke Atas Ring

Legenda Manchester United Patrice Evra telah memutuskan untuk beralih ke mixed martial arts (MMA) dan ingin menghadapi ‘musuh lamanya’, Luis Suarez dalam pertandingan pertamanya.

Patrice Evra akan mengganti sepatu sepak bolanya dengan sarung tangan bela diri saat ia bersiap menjalani debut MMA-nya di PFL Eropa di Paris, yang akan berlangsung pada tanggal 23 Mei.

Evra – salah satu pemain Manchester United yang paling sukses – berbagi: “Seperti yang Anda tahu, saya mencintai olahraga ini! Saya telah bermain di panggung terbesar di dunia, memenangkan semua gelar paling bergengsi di dunia sepak bola, tetapi PFL Europe Paris akan menjadi malam yang sangat istimewa bagi saya. Saya telah berlatih dengan yang terbaik di dunia selama bertahun-tahun, dan mereka juga akan mengatakan bahwa saya siap untuk pertandingan ini.”

Setelah pertandingan tinjunya dibatalkan pada tahun 2022, Evra kini akan mewujudkan impian barunya bulan depan.

Lawan Evra belum diumumkan, tetapi ia akan bertanding bersama sejumlah bintang seni bela diri Prancis. Namun, Evra telah menggunakan media sosial untuk menantang mantan striker Liverpool Luis Suarez.

Dia menulis: “Saya secara resmi mulai berlatih untuk pertarungan pertama saya di PFL Eropa. Mereka akan memilih lawan saya… Tapi saya berkata: Luis Suarez. Saya akan membayar sendiri biaya pertarungan itu. Dia bisa menggigit saya jika dia mau.”

Perseteruan antara Patrice Evra dan Luis Suarez melampaui batas rivalitas biasa, menyisakan noda kelam yang masih diperbincangkan hingga kini. Bermula dari insiden rasisme pada 2011 di Anfield Stadium, konflik ini tidak hanya mengguncang Premier League, tetapi juga mencerminkan tantangan besar dalam memerangi diskriminasi di olahraga.

Pada 15 Oktober 2011, Manchester United bertandang ke markas Liverpool dalam laga sengit Premier League. Patrice Evra, bek kiri United keturunan Senegal, berhadapan dengan Luis Suarez, striker andalan Liverpool asal Uruguay.

Di tengah tensi tinggi pertandingan, Evra menuduh Suarez melontarkan kata-kata rasis, termasuk penggunaan kata “negro” berulang kali selama adu mulut di kotak penalti. Evra, yang dikenal vokal melawan diskriminasi, melaporkan insiden ini kepada wasit Andre Marriner dan manajer United, Sir Alex Ferguson, usai laga berakhir imbang 1-1. Suarez membantah tuduhan tersebut, mengklaim bahwa kata “negro” dalam budaya Amerika Latin tidak memiliki konotasi rasis, melainkan sekadar panggilan akrab. Namun, Federasi Sepak Bola Inggris (FA) menilai lain. Setelah investigasi, Suarez dinyatakan bersalah atas pelanggaran rasisme, dijatuhi sanksi larangan bermain delapan pertandingan, dan denda £40.000 (sekitar Rp690 juta saat itu).

Keputusan FA memicu kontroversi. Liverpool, termasuk manajer Kenny Dalglish, mendukung Suarez, menyebut hukuman itu tidak adil dan tuduhan Evra tidak berdasar. Bahkan, pemain Liverpool mengenakan kaus bertuliskan “Support Suarez” dalam sebuah laga, tindakan yang menuai kecaman luas. Sementara itu, Evra menghadapi tekanan berat, termasuk ancaman pembunuhan dari beberapa penggemar Liverpool yang fanatik, hingga membuat keluarganya hidup dalam ketakutan. Meski demikian, Evra menegaskan ia tidak takut dan tetap menolak membenci Suarez, meskipun mengakui keinginannya untuk memukuli sang striker saat itu.

Ketegangan memuncak pada Februari 2012, saat kedua tim bertemu lagi di Old Trafford. Sebelum kick-off, Suarez dengan sengaja mengabaikan uluran tangan Evra untuk bersalaman, tindakan yang memicu kemarahan publik dan rekan setim Evra, seperti Rio Ferdinand, yang juga menolak menyalami Suarez. United menang 2-1, dan Evra merayakan kemenangan dengan berlari ke arah Suarez, sebuah provokasi yang kembali memanaskan situasi. Insiden ini memperdalam jurang permusuhan, tidak hanya antara kedua pemain, tetapi juga antara suporter United dan Liverpool.

Meski waktu berlalu, luka perseteruan ini seolah tak pernah sembuh. Pada 2015, saat Evra (kini di Juventus) dan Suarez (di Barcelona) bertemu di final Liga Champions, ketegangan masa lalu masih terasa, meskipun tidak ada insiden baru. Evra kemudian mengaku bahwa ia tidak membenci Suarez dan bahkan memuji kualitasnya sebagai pemain, menyebutnya sebagai salah satu striker terbaik dalam “starting XI” pilihannya. Namun, Suarez tetap merasa diperlakukan tidak adil dalam kasus 2011, bersikeras bahwa tuduhan rasisme tidak berdasar.

Kisah Evra dan Suarez adalah cerminan kompleksitas isu rasisme di sepak bola. Ia mengajarkan bahwa hukuman dan sanksi saja tidak cukup; dibutuhkan dialog, pemahaman budaya, dan komitmen bersama untuk menciptakan lingkungan olahraga yang bebas dari diskriminasi. Hingga kini, perseteruan ini tetap menjadi pengingat bahwa luka rasisme, sekali tergores, sulit untuk benar-benar sembuh.

Scr/Mashable