Kemenangan 2-1 atas Chelsea di Old Trafford tidak hanya menandai titik balik sementara dalam perjalanan Manchester United yang goyah, tetapi juga tonggak sejarah khusus bagi Bruno Fernandes.
Ini adalah penampilan ke-200 bintang Portugal itu untuk Setan Merah, dan sekali lagi gelandang berusia 31 tahun itu menunjukkan mengapa ia tetap menjadi bagian tak tergantikan dari sistem Ruben Amorim – meskipun tim tersebut berada di bawah pengawasan ketat.
Dua Momen yang Menggambarkan Potret Sang Kapten
Melawan Chelsea, Fernandes membuka skor dengan tendangan jarak dekat, golnya yang ke-100 untuk MU. Namun, nilai gelandang berusia 31 tahun ini tidak hanya terbatas pada angka.
Dua momen lain yang menegaskan kepemimpinannya. Pertama, pada menit ke-83, Fernandes merebut bola dari Reece James, berlari sejauh 40 yard ke area pertahanan lawan, dan melepaskan tembakan yang memaksa Filip Jorgensen untuk melakukan penyelamatan. Setelah tekel tersebut, ia berbalik ke arah Stretford End dan berteriak, “Ayo!” tiga kali. Itu bukan sekadar sorakan pemain, melainkan seruan untuk tim dan penonton.
Momen kedua datang setelah ia meninggalkan lapangan. Fernandes tidak duduk di bangku cadangan menikmati kemenangan. Sebaliknya, ia membungkuk ke depan, mata terfokus pada setiap gerakan, seluruh tubuhnya menegang. Itu adalah gambaran seorang kapten yang hidup dan bernapas bersama timnya – seseorang yang tidak bisa berdiri di pinggir ketika rekan satu timnya berjuang.
Amorim mengakui setelah pertandingan: “Dia pantas mendapatkan semua pujian. Yang lebih penting daripada golnya adalah pengaruhnya di ruang ganti. Itulah sifat seorang kapten: meskipun tidak selalu bersinar, dia selalu melakukan segalanya untuk membuat tim lebih baik.”
Sejak bergabung dengan United dari Sporting Lisbon dengan harga £47 juta pada Januari 2020, Fernandes telah membawa perubahan instan. Ia telah membawa tekad, fokus, dan semangat juang ke lini serang. Selama empat setengah tahun terakhir, Fernandes telah menjadi wajah paling representatif dari era pasca-Sir Alex Ferguson – periode perubahan besar tetapi selalu membutuhkan individu untuk memikul beban tersebut.
Tentu saja, perjalanannya tidak sepenuhnya mulus. Fernandes telah dikritik berkali-kali: pemarah, terlalu banyak mengeluh, terkadang melupakan disiplin taktis. Ia juga melakukan kesalahan dalam gol-gol penting, seperti kesalahan penjagaan yang dangkal untuk gol penyeimbang Smith Rowe ( Fulham ) atau situasi di mana Foden menerobos untuk membuka skor bagi Man City.
Namun, jika Fernandes dipecat, apa yang akan terjadi pada Manchester United ? Dengan serangkaian kontrak besar yang mengecewakan, mulai dari Antony hingga Jadon Sancho, kehadiran Fernandes menjadi satu-satunya perisai melawan krisis.
Musim panas lalu, Fernandes menerima tawaran menggiurkan dari Liga Pro Saudi. Jika MU melepasnya, kemungkinan Old Trafford akan semakin terpuruk. Fernandes tetap memilih bertahan dan terus memikul beban.
Amorim dan Masalah Taktis
Musim ini, Amorim memutuskan untuk memindahkan Fernandes lebih ke dalam, memberinya lebih banyak sentuhan dan mengatur tempo. Secara teori, ini adalah cara untuk mengoptimalkan kemampuan umpan dan pengaruh gelandang Portugal tersebut. Namun kenyataannya, kelemahan pertahanan mantan bintang Sporting CP itu terekspos. Ia bukan pemain bertahan, dan cenderung meninggalkan celah saat lawan melakukan serangan balik.
Namun, melawan Chelsea, justru dalam perannya yang mendalam itulah Fernandes tetap menciptakan momen yang eksplosif. Ia menunjukkan jiwa kepemimpinannya dengan menyerang balik, menekan dengan ganas, lalu langsung melancarkan serangan balik yang dahsyat. Meskipun belum sempurna, Fernandes tetap berkontribusi lebih besar daripada siapa pun untuk memajukan tim.
Scr/Mashable









