Pada tanggal 3 Juli 2025, dunia sepak bola dikejutkan mendengar kabar Diogo Jota – penyerang Liverpool asal Portugal – meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas di provinsi Zamora, Spanyol.
Di usianya yang ke-28, di puncak kariernya dan baru saja memasuki babak baru kebahagiaan bersama istri barunya, Jota meninggal dunia dalam keadaan yang tak terduga, absurd, dan sangat kejam.
Dari kegelapan Atletico Menuju Cahaya Liverpool
Tidak terlalu berisik, tidak membuat media heboh, tetapi Diogo Jota adalah tipe pemain yang diinginkan pelatih mana pun dalam skuad: cerdas, serba bisa, tajam, dan selalu tahu bagaimana hadir di saat yang tepat. Sejak tiba di Anfield pada tahun 2020 dengan biaya 44,7 juta euro, ia telah membuat Liverpool “menari” dengan caranya sendiri – ritme yang tidak mencolok tetapi sangat efektif.
182 pertandingan, 65 gol, 26 assist, tiga trofi utama, dan momen-momen yang tak terhitung jumlahnya yang telah membuat para penggemar Anfield bersorak – Jota lebih dari sekadar pemain No.9 masa kini, ia adalah orang yang mengisi kekosongan yang ditinggalkan Sadio Mane, orang yang membuka pintu dalam pertandingan-pertandingan besar, dan orang yang membuat Jurgen Klopp berseru: “Ia jauh lebih pintar dari yang saya kira.”
Ironisnya, karier Jota dimulai dengan masa jeda yang aneh di Atlético Madrid – di mana ia tidak pernah tampil di tim utama. Namun, hal itu tidak menghentikan pemuda asal Massarelos tersebut. Setiap kali ia dipindahkan – dari Porto ke Wolves – ia tumbuh lebih besar, lebih tangguh, dan lebih menentukan di depan gawang.
Di Wolves, ia adalah pemain bintang yang membantu tim tersebut meraih promosi ke Liga Premier. Di Liverpool, ia menjadi senjata rahasia dalam penyerangan. Bersama Portugal, ia memenangkan dua gelar Nations League dan meninggalkan jejak yang jelas, meskipun ia tidak pernah dianggap sebagai “wajah merek” seperti Cristiano Ronaldo atau Bernardo Silva.
Jota merupakan tipe pemain masa kini: tidak butuh sorotan namun tetap bersinar dalam diam.
Warisan Lebih dari Sekadar Angka
Kelalaian merupakan bagian dari sepak bola modern. Namun Jota, dengan karakternya yang kuat dan konsistensi penampilannya, merupakan pengecualian. Kepergiannya tidak hanya membuat Liverpool kehilangan aset profesional senilai hampir £100 juta – mengingat biaya transfer dan pengaruh media – tetapi juga melucuti jiwa tim.
Tidak setinggi, tidak sehebat Erling Haaland, tidak selincah Kylian Mbappe, tetapi Jota adalah kombinasi teknik, pemikiran taktis, dan kualitas manusia. Ia dapat mencetak gol dengan kepalanya, kaki kiri, kaki kanan, dapat bermain di sayap, penyerang tengah, atau turun ke dalam untuk mendukung. Dan ia tidak pernah mengeluh.
Di dalam dirinya ada keheningan seorang tukang bangunan, tekun namun teliti, sehingga baru ketika tembok runtuh, orang menyadari siapa yang membangun fondasinya.
Tak hanya Liverpool, tak hanya Portugal, tetapi juga komunitas sepak bola dan penggemar eSports merasakan kekosongan yang tak terlihat setelah kepergian Jota. Ia bukan hanya seorang pemain, tetapi juga simbol ketahanan. Pendiri tim eSports Luna Galaxy, yang menduduki peringkat teratas peringkat global FIFA 21, dan selalu terhubung dengan kaum muda dengan cara yang paling tulus: melalui kehadiran, bukan tipu muslihat.
Pada tanggal 22 Juni, Jota mengunggah foto pernikahan di Instagram bersama kekasih masa kecilnya, Rute Cardoso, dengan keterangan singkat: “Ya, selamanya.” Dan hanya 11 hari kemudian, semua janji itu batal karena ban meletus secara tidak sengaja di jalan tol A-52.
Kisah cinta yang indah. Karier yang berkembang. Ayah tiga anak. Semua berakhir tanpa peringatan.
Jota pernah berkata: “Setiap pengalaman, tidak peduli seberapa tak terduga, membantu Anda tumbuh.” Ia berubah dari orang yang dilupakan di Madrid menjadi bersinar di Liverpool dan menjadi pahlawan tanpa tanda jasa dari satu generasi. Jota tidak pernah menyerah, tidak pernah mengeluh – dan mungkin tidak pernah berpikir hidup akan berhenti ketika semuanya begitu baik.
Ada pemain yang membuat orang mengingatnya lewat gol-gol hebatnya. Ada pemain yang membuat orang mengingatnya lewat angka-angkanya. Tapi Diogo Jota – dia membuat kita mengingatnya lewat kesunyian yang ditinggalkannya.
3 Juli 2025, jantung berhenti berdetak, bintang padam. Dan komunitas sepak bola yang tidak pernah lupa.
Scr/Mashable