Sebelum pertandingan penting Kualifikasi Piala Dunia 2026, permintaan pergantian wasit Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI) resmi ditolak FIFA dan AFC sehingga menimbulkan banyak kekhawatiran.
Permintaan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) untuk mengganti wasit pada pertandingan penting babak kualifikasi keempat Piala Dunia 2026 telah ditolak. Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) dan Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) telah memutuskan untuk tetap menggunakan wasit Kuwait untuk memimpin pertandingan antara Indonesia dan Arab Saudi.
Sebelumnya, PSSI telah mengirimkan dokumen utama yang meminta FIFA dan AFC untuk mempertimbangkan kembali penunjukan wasit Ahmed Al-Ali, dengan harapan akan ada wasit yang “lebih netral” di lapangan. Kekhawatiran Indonesia terutama bermula dari fakta bahwa wasit ini pernah memimpin kekalahan 0-4 Indonesia dari Vietnam di kualifikasi Piala Dunia 2022, sebuah kenangan yang kurang menyenangkan.
Namun, baik FIFA maupun AFC menegaskan bahwa pemilihan dan penunjukan wasit dilakukan secara objektif dan sesuai dengan standar internasional yang ketat untuk menjamin keadilan. Karena tidak ada alasan yang sah, permintaan PSSI ditolak.
Keputusan ini diambil di tengah upaya Indonesia mengamankan tempat bersejarah di Piala Dunia 2026. Tekanan pertandingan tandang di Riyadh sangat besar, dan harus bermain di bawah wasit yang kontroversial menambah kekhawatiran para penggemar.
Dengan demikian, pertandingan antara Arab Saudi dan Indonesia pada 9 Oktober akan tetap berlangsung di bawah pengawasan tim wasit Kuwait yang dipimpin oleh Ahmed Al-Ali. Meskipun terjadi pergantian “raja berbaju hitam”, Arab Saudi tetap menjadi lawan yang sangat tangguh bagi pelatih Patrick Kluivert dan timnya.
Filosofi Patrick Kluivert Buat Timnas Indonesia di Ambang ke Piala Dunia
Legenda Belanda Patrick Kluivert membawa filosofi Eropa ke Asia Tenggara, memimpin Timnas Indonesia dalam perlombaan sengit untuk mendapatkan tiket ke Piala Dunia 2026 – di mana sejarah dapat ditulis ulang.
Sepak bola Asia memasuki fase paling sengit kualifikasi Piala Dunia 2026, dan Indonesia—negara dengan hampir 300 juta pencinta bal-balan, berada di ambang keajaiban bersejarah. Untuk pertama kalinya sejak merdeka dari Belanda pada tahun 1945, mereka memiliki kesempatan nyata untuk berpartisipasi dalam festival sepak bola terbesar di dunia.
Harapan itu kini berada di tangan Patrick Kluivert—legenda sepak bola Belanda dan Barcelona—yang diundang oleh Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI) untuk memimpin tim pada bulan Januari. Dengan sikapnya yang tenang, pengalaman tingkat tinggi, dan prestise seorang veteran Piala Dunia, Kluivert membawa kepercayaan diri baru bagi sepak bola di nusantara.
Tiga tahun lalu, Indonesia dilanda tragedi ketika 135 orang tewas dalam insiden desak-desakan yang mengerikan di sebuah pertandingan domestik. Dari puing-puing duka, hasrat untuk membangkitkan kembali sepak bola nasional semakin kuat. Kini, perjalanan menuju Piala Dunia memiliki makna yang lebih dari sekadar olahraga—ia adalah sebuah penyembuhan, sebuah hasrat yang dirasakan oleh jutaan hati.
“Seluruh negeri perlu mendukung kami,” tegas Kluivert.
“Kami bekerja keras untuk bersaing di level tertinggi dan mempersiapkan para pemain dengan baik. Insya Allah – Insya Allah – kami akan mengharumkan nama Indonesia.”
Timnas Indonesia harus menghadapi dua “gunung besar” di Grup B: Irak dan tuan rumah Arab Saudi. Fakta bahwa semua pertandingan akan digelar di Arab Saudi membuat tugas Indonesia semakin sulit, karena pelatih Kluivert dan timnya harus bermain di lapangan lawan yang memiliki keunggulan mutlak dalam hal iklim, penonton, dan pengalaman.
Dalam enam pertandingan pertama Kluivert, Indonesia menang tiga kali, seri satu kali, dan kalah dua kali – cukup untuk menjaga kepercayaan para penggemar. Namun, yang lebih luar biasa adalah tumbuhnya rasa kebersamaan dan semangat tim. Dengan bantuan sekelompok pemain naturalisasi Belanda – yang memiliki warisan dan kebanggaan ganda – Indonesia perlahan-lahan menemukan jati dirinya di kancah sepak bola modern.
Strategi naturalisasi ini dulunya kontroversial, tetapi kini jelas merupakan pilihan praktis. Pemain kelahiran Eropa membawa pemikiran taktis dan fisik ideal, sementara naluri dan semangat juang Indonesia menanamkan intensitas yang hanya sedikit tempat lain yang mampu menandinginya.
Laga pembuka melawan Arab Saudi di Jeddah pada 9 Oktober dianggap sebagai “ujian sesungguhnya” bagi Kluivert dan anak-anak asuhnya. Lawan mereka, di bawah arahan pelatih Prancis Hervé Renard—yang menciptakan kejutan bersejarah ketika Arab Saudi mengalahkan Argentina 2-1 di Piala Dunia 2022—jelas berkelas lebih tinggi.
Renard baru saja kembali memimpin tim setelah pendahulunya Roberto Mancini dipecat, dan kehadirannya langsung membuat Arab Saudi menjadi kandidat nomor satu di Grup B.
Di grup lainnya, Qatar, UEA, dan Oman akan memperebutkan sisa tiket, dengan semua pertandingan berlangsung di Doha. Juara bertahan Asia ini memiliki keuntungan bermain di kandang dan dipimpin oleh Julen Lopetegui – mantan pelatih Real Madrid dan tim nasional Spanyol.
Kedua juara grup akan otomatis lolos ke Piala Dunia 2026 di Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko – Piala Dunia pertama yang diikuti 48 tim. Kedua runner-up akan bertemu dalam play-off dua leg pada bulan November, dengan pemenangnya melaju ke babak play-off antarbenua.
Saat ini, enam perwakilan Asia telah mengamankan tempat mereka: Jepang, Korea Selatan, Uzbekistan, Iran, Yordania, dan Australia.
Bagi Indonesia, kampanye ini bukan sekadar perjalanan olahraga, melainkan kisah tentang keyakinan dan aspirasi nasional. Tim yang dulu dianggap terlemah di kawasan ini kini bermimpi untuk berdiri bahu-membahu dengan kekuatan-kekuatan Asia di panggung dunia.
Jika Kluivert dan murid-muridnya dapat mewujudkan mimpi itu, itu akan menjadi hadiah yang luar biasa bagi negara yang telah menderita begitu banyak kerugian – dan bukti bahwa sepak bola terkadang dapat menghasilkan keajaiban.
Scr/Mashable