Kemenangan Manchester City atas Liverpool Adalah Deklarasi Kekuatan Pep Guardiola

11.11.2025
Kemenangan Manchester City atas Liverpool Adalah Deklarasi Kekuatan Pep Guardiola
Kemenangan Manchester City atas Liverpool Adalah Deklarasi Kekuatan Pep Guardiola

Manchester City tak hanya mengalahkan Liverpool 3-0 dalam lanjutan Liga Inggris 2025/2026 di Etihad Stadium, Minggu 9 November 2025. Mereka juga mengirimkan peringatan keras kepada seluruh Inggris.

Pada malam pertandingan ke-1.000 Pep Guardiola sebagai pelatih, Etihad menjadi panggung untuk penampilan yang patut dicontoh, cemerlang, kejam, dan penuh kehidupan.

Pesta Pep yang Lengkap

Pep Guardiola menjalani musim yang penuh keraguan. Setelah dominasinya di Liga Primer selama empat tahun berakhir, banyak orang bertanya-tanya apakah ia masih memiliki hasrat untuk membangun tim pemenang. Jawabannya datang di malam ketika Etihad bergemuruh. Man City bermain seolah ingin menghapus semua keraguan.

Guardiola hanya berkata: “Saya hanya ingin berterima kasih kepada para pemain dan staf pelatih atas hadiah luar biasa ini. Saya bangga telah melakukannya di Manchester bersama Man City.” Bagi Pep, ini bukan sekadar kemenangan, melainkan penegasan bahwa ia masih berada di puncak kemampuan kepelatihannya.

Jika Guardiola menginginkan hadiah ulang tahun profesional, para pemainnya memberinya hadiah yang sempurna. Man City memainkan sepak bola yang paling murni, terkendali, tajam, dan tenang.

Di Etihad bulan Februari ini juga, Liverpool mengalahkan Man City 2-0 untuk membuka jalan menuju kejuaraan. Namun kali ini, mereka dihancurkan tanpa ampun. Tim Liverpool tampak membosankan, tak bernyawa, dan tak sinkron dengan kekuatan lawan mereka yang sedang melonjak.

Arne Slot jelas kesal ketika sundulan Virgil van Dijk dianulir karena offside oleh Andy Robertson, menyebutnya “keputusan yang salah” karena bek Skotlandia itu tidak memiliki pengaruh apa pun terhadap bola. Namun, meskipun gol itu sah, Liverpool tak mampu menahan gempuran gempuran The Blues.

Nico Gonzalez menggandakan keunggulan dengan tembakan yang terdefleksi tepat sebelum babak pertama berakhir. Saat babak kedua dimulai, pertandingan sudah berakhir.

Kekalahan itu lebih dari sekadar kekalahan. Kekalahan itu mencerminkan Liverpool yang kehilangan jati dirinya. Lima kekalahan dalam enam pertandingan, bagi tim yang dulunya merupakan simbol intensitas dan semangat, sungguh tak dapat diterima.

Sebelum pertandingan, Guardiola mengatakan ia “merasa terinspirasi kembali”. Inspirasi itu terlihat jelas dalam setiap pergerakan Man City. Mereka memulai dari sudut lapangan, terus bertukar 19 umpan, lalu Matheus Nunes memberikan umpan silang kepada Haaland yang melompat tinggi dan menyundul bola ke gawang. Gol itu sempurna – elegan sekaligus mekanis – bagaikan lagu ciptaan Pep.

Haaland gagal mengeksekusi penalti sebelumnya, tetapi tak seorang pun mengingatnya. Karena gol itu merangkum filosofi Pep: kontrol, ritme, dan presisi tanpa ampun.

Guardiola menyebutnya “hadiah yang sempurna” untuk hari besarnya. Dan memang, jika suatu saat nanti ada patung untuk menghormati gayanya, patung itu akan diukir di marmer Etihad.

Doku, Angin Baru Kota

Jika Haaland adalah insting, Jeremy Doku adalah energi. Pemain Belgia berusia 23 tahun ini, yang pernah dikritik karena kurang konsisten, telah menjadi kekuatan eksplosif yang tak terhentikan. Ia membuat Conor Bradley, yang bersinar dalam kemenangan atas Real Madrid, mimpi buruk. Doku melepaskan diri, mengubah arah, dan menjatuhkan lawan dengan kecepatan dan kekuatan.

Pep pernah berkata bahwa Doku “butuh waktu untuk memahami filosofi Man City”. Kini ia memahaminya, dan telah mengubah sayap kiri menjadi zona terlarang bagi setiap bek.

Di dalam, Phil Foden kembali ke performa terbaiknya. Bernardo Silva masih luwes dan cerdas. Rayan Cherki, rekrutan baru klub, menghadirkan sentuhan-sentuhan halus. Man City tampak memiliki banyak lapisan kreativitas, banyak poin yang eksplosif, dan mentalitas yang tak tergoyahkan.

Sementara itu, Liverpool terjerumus dalam kemewahan mereka sendiri. Lebih dari £450 juta yang dihabiskan musim panas ini belum cukup untuk menyeimbangkan keadaan. Hugo Ekitike, rekrutan yang telah lama ditunggu-tunggu, nyaris menghilang. Alexander Isak berada di bangku cadangan. Dan Florian Wirtz – pemain seharga £116 juta – telah menjadi beban.

Gelandang Jerman itu dicemooh oleh penggemar Man City sebagai “buang-buang uang” ketika ia meninggalkan lapangan pada menit ke-83. Ia masih memiliki teknik yang mumpuni, tetapi kurang memiliki kekuatan dan daya tahan seperti di Liga Primer. Setiap kali ia berbenturan, ia mudah terdorong ke tanah. Setiap kali ia perlu membuat perbedaan, ia menghilang.

Arne Slot mengatakan timnya “masih beradaptasi”. Namun, yang ditunjukkan Liverpool bukanlah transformasi, melainkan disorientasi. Tim yang dulu mendominasi segalanya kini dihancurkan oleh lawan-lawannya.

Setelah hasil imbang dengan Sunderland, Arsenal masih memuncaki klasemen, tetapi selisihnya hanya empat poin. Guardiola telah berulang kali mengatakan bahwa ia “lebih suka mengejar daripada diburu”. Dengan performa ini, Man City kembali menjadi pemburu.

Guardiola berkata setelah pertandingan: “Saya tidak akan pernah melupakan pertandingan ke-1.000 ini, terutama di depan keluarga saya dan melawan lawan seperti Liverpool. Saya sangat menghormati klub ini.”

Kata yang lembut, tetapi di baliknya tersirat pernyataan kekuatan. Man City tidak hanya memenangkan satu pertandingan, mereka juga memulai kampanye untuk merebut kembali takhta.

Arsenal, Liverpool, dan tim-tim lainnya kini bisa merasakan napas mereka di tengkuk. Karena dengan kebangkitan Pep Guardiola, Man City telah menjadi mimpi buruk yang tak ingin dihadapi siapa pun.

Scr/Mashable