PSSI menghadapi tantangan besar saat mencari pelatih kepala baru untuk tim Indonesia, dengan kriteria bahwa penggantinya harus mengatasi dua tonggak sejarah: Shin Tae-yong dan Patrick Kluivert.
Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menghadapi salah satu keputusan terpenting sejak era Shin Tae-yong: mencari pelatih ideal untuk tim nasional. Setelah berpisah dengan Patrick Kluivert , tuntutan dari para ahli dan penggemar semakin besar: penggantinya harus lebih ahli strategi, lebih berani, dan cukup mampu untuk membawa sepak bola Indonesia keluar dari siklus “kegembiraan lalu kekecewaan” yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Dalam konteks ini, pengamat sepak bola nasional, Ronny Pangemanan – yang juga dikenal dengan nama panggilannya Bung Ropan – menjadi penting. Ia berpendapat bahwa PSSI harus belajar secara mendalam dari cara mereka menunjuk Patrick Kluivert.
Pemilihan mantan pemain yang pernah bermain untuk Ajax, AC Milan, Barcelona, dan tim nasional Belanda menciptakan gelombang ekspektasi, tetapi pengalaman kepelatihannya yang terbatas dengan cepat membuatnya gagal.
Bung Ropan menunjukkan bahwa PSSI telah bertindak tergesa-gesa, ketika mereka memilih Kluivert hampir hanya karena ia bersedia diwawancarai selama liburan Natal – saat sebagian besar pelatih lain menolak. Menurutnya, kesalahan itu tidak boleh terulang.
“Jadi, CV pelatih baru ini harus bagus. Jangan hanya melihat, misalnya, dia mantan pemain hebat seperti Kluivert yang ditunjuk karena pernah bermain di Ajax, AC Milan, Barcelona, hingga Timnas Belanda,” ujar Bung Ropan dikutip dari kanal YouTube Nusantara TV.
Pandangan serupa juga disampaikan oleh analis Kesit Budi Handoyo. Ia berpendapat bahwa kriteria “harus lebih baik dari Shin Tae-yong dan Patrick Kluivert” merupakan persyaratan yang sepenuhnya masuk akal, karena sepak bola Indonesia saat ini tidak membutuhkan wajah-wajah tenar, melainkan seseorang yang mengerti cara membangun tim di tingkat benua.
Kesit mengungkapkan bahwa daftar kandidat saat ini cukup panjang, termasuk banyak nama ternama seperti Akira Nishino (mantan pelatih tim nasional Jepang), Roberto Donadoni, Oscar Garcia, Juan Carlos Osorio, Frank de Boer, dan bahkan Park Hang-seo – yang telah meraih banyak kesuksesan di Vietnam.
Namun, ia juga mengakui bahwa memilih “yang paling cocok” tidaklah mudah. Banyak pelatih berkualitas saat ini menganggur, tetapi meyakinkan mereka untuk datang ke Asia Tenggara bukan hanya soal gaji, tetapi juga visi dan perencanaan jangka panjang yang dapat dijamin PSSI. Jika Indonesia ingin lepas dari bayang-bayang rival regionalnya, mereka harus memilih pelatih dengan filosofi yang jelas, yang tahu cara mengembangkan pemain muda dan menjaga stabilitas jangka panjang – sesuatu yang belum sepenuhnya dicapai baik oleh Shin Tae-yong maupun Kluivert.
Di pihak PSSI, ketua umum Erick Thohir mengonfirmasi bahwa saat ini terdapat lima kandidat yang sedang dipertimbangkan secara saksama.
“Sudah ada lima nama, tapi kami harus godok lagi,” imbuh pria yang juga menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) RI itu.
Tentu saja, tekanan kali ini sangat besar. Pergantian pelatih bukan hanya tentang mendapatkan wajah baru, tetapi juga menunjukkan arah perkembangan industri sepak bola secara keseluruhan. Setelah dua masa pemerintahan Shin Tae-yong dan Patrick Kluivert yang belum tuntas, PSSI membutuhkan seseorang yang cukup cakap untuk menulis ulang kisah Tim Garuda.
Jika tidak, pelajaran tentang tergesa-gesa akan terulang kembali – dan Indonesia akan terus berada di persimpangan jalan, menyaksikan impian Piala Dunia-nya sirna sekali lagi.
Scr/Mashable










