Kompetisi sepak bola tertua di Inggris, Piala FA, terjerumus dalam kontroversi mengenai teknologi dan wasit.
Masalah utamanya bukan hanya ketiadaan VAR tetapi juga ketidakcukupan dalam penerapan teknologi garis gawang. Kontroversi Piala FA dimulai setelah Harry Maguire mencetak gol penentu bagi Manchester United melawan Leicester City di Old Trafford pada 8 Februari.
Pada menit ke-90+2, berawal dari tendangan bebas Bruno Fernandes di sayap kiri, Maguire berlari turun menerima umpan dan menyundul bola ke gawang bekas timnya. Kerumunan fans MU bersorak gembira karena gol berharga itu, sementara pemain Leicester bereaksi karena mengira bek tengah “Setan Merah” itu offside.
Tayangan ulang gerak lambat menunjukkan bahwa tidak hanya Maguire, tetapi banyak pemain tuan rumah lainnya berada dalam posisi offside sebelum bola dimasukkan ke area penalti. Gol kontroversial Maguire terjadi pada saat teknologi VAR belum digunakan di putaran keempat Piala FA.
Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) mengonfirmasi bahwa VAR hanya akan diterapkan mulai putaran ke-5 Piala FA. Keputusan itu dibuat oleh FA untuk memastikan konsistensi dalam pelaksanaan pertandingan pada tahap yang sama dalam turnamen.
Sebelumnya, teknologi VAR hanya digunakan di stadion Wembley (semifinal dan final) dan Liga Inggris – tempat sistem tersebut sudah terpasang.
Biaya pemasangan dan pengoperasian VAR, termasuk sistem kamera multi-sudut dan personel pengoperasian, merupakan hambatan utama bagi tim-tim liga kasta bawah. Situasinya semakin rumit dengan adanya teknologi garis gawang. Meskipun VAR tidak digunakan, teknologi garis gawang masih digunakan, hanya di stadion Premier League dan Championship.
Sistem Hawk-Eye dengan tujuh kamera di setiap gawang digunakan untuk menentukan apakah bola telah melewati garis, dengan mengirimkan sinyal langsung ke jam tangan wasit. Kurangnya sinkronisasi ini menyebabkan situasi kontroversial dalam pertandingan antara Birmingham (League One) dan Newcastle yang berlangsung pada dini hari tanggal 9 Februari.
Di St Andrew’s tanpa teknologi garis gawang, tendangan Joe Willock dinyatakan sebagai gol meskipun kiper Bailey Peacock-Farrell mengklaim tendangannya berhasil diselamatkan. Tanpa bantuan teknologi, keputusan hakim garis tetap berlaku, dan Newcastle kemudian bangkit dan menang 3-2.
Sementara Piala Carabao telah berkembang dengan diperkenalkannya VAR sejak semifinal, di mana wasit harus menjelaskan keputusannya melalui mikrofon, Piala FA masih berjuang dengan masalah teknologi. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang keadilan Piala FA, sebuah turnamen yang selalu dibanggakan oleh Inggris sebagai tempat bagi tim-tim kecil untuk menimbulkan kejutan.
Ketiadaan VAR Untungkan MU, Performanya Jauh dari Kata Bagus
Ketiadaan VAR membuat Roy Keane menyindir hasil pertandingan Manchester United vs Leicester City. Mantan kapten Setan Merah itu mengkritik keputusan gol Harry Maguire dan menyebutkan bahwa hakim garis seharusnya lebih teliti.
“Hakim garis seharusnya melihatnya. United lolos dari hukum malam ini. Performa Manchester United sih jauh dari kata bagus,” ucap Keane kepada ITV.
Tidak adanya VAR kali ini memang memberikan keberuntungan bagi Manchester United, yang bisa melanjutkan perjalanan mereka di Piala FA meskipun dengan kemenangan yang penuh kontroversi.
Scr/(mashable)