Sebuah komet aneh seukuran kota tampaknya mulai aktif lebih cepat dari perkiraan saat bergerak mendekati Matahari, padahal jaraknya masih jauh di luar orbit Saturnus.
Dengan menggunakan teleskop raksasa di gurun Chili bernama Atacama Large Millimeter/submillimeter Array (ALMA), para ilmuwan mengamati secara rinci C/2014 UN271, yang lebih dikenal dengan nama Bernardinelli–Bernstein.
Komet ini adalah salah satu yang terbesar dan terjauh yang pernah ditemukan, dan kini menunjukkan perilaku yang mengejutkan. Meski berada di wilayah terdingin Tata Surya yang jauh dari panas Matahari, benda seberat 500 triliun ton ini sudah mulai mengalami pelepasan gas.
Para ilmuwan mengarahkan ALMA ke arah komet tersebut pada Maret 2024 dan mendeteksi keberadaan karbon monoksida, gas yang biasanya tidak terlihat pada jarak sejauh itu, menyembur dari permukaan dalam bentuk jet.
Mereka juga menangkap tanda-tanda debu dan panas dari inti es komet yang lebarnya sekitar 85 mil (sekitar 137 kilometer).
Ini adalah komet terjauh yang pernah terdeteksi menunjukkan aktivitas seperti ini dalam panjang gelombang milimeter, jenis cahaya yang digunakan teleskop ini untuk mengamati benda-benda kosmik yang sangat dingin.
“Kami melihat pola pelepasan gas yang eksplosif, yang menimbulkan pertanyaan baru tentang bagaimana komet ini akan berevolusi seiring perjalanannya menuju bagian dalam Tata Surya,” kata Nathan Roth dari NASA, penulis utama studi baru ini, dalam pernyataannya.
Komet, yang dikenal karena ekornya yang bisa membentang jutaan kilometer, adalah salah satu benda tertua di Tata Surya. Benda-benda ini terdiri dari es, debu, dan batuan, sisa dari masa awal pembentukan planet sekitar 4,6 miliar tahun lalu.
Para astronom menganggap komet sebagai kapsul waktu dari Tata Surya purba, mungkin menyimpan petunjuk tentang bagaimana Bumi awal mendapatkan air dan bahan kimia penting lainnya yang mendukung kehidupan. Saat ini terdapat lebih dari 4.000 komet yang diketahui dan masih terus dipantau oleh para ilmuwan.
Saat komet bergerak semakin dekat ke Matahari, esnya mulai menguap langsung menjadi gas tanpa melalui fase cair. Ekor komet terdiri dari uap es, debu, dan karbon dioksida yang menguap.
Namun komet yang satu ini, yang masih berjarak sekitar 2,4 miliar kilometer dari Matahari, sudah aktif setidaknya sejak setahun terakhir, menurut studi yang dipublikasikan di The Astrophysical Journal Letters.
Penelitian ini menemukan bahwa jet karbon monoksida kompleks dan dinamis sedang keluar dari inti komet tersebut.
“Pengamatan ini memberi kita wawasan tentang bagaimana dunia es raksasa ini bekerja,” ujar Roth.
Bernardinelli–Bernstein memiliki orbit yang diperkirakan berlangsung selama 3 juta tahun, membawanya ke jarak setengah tahun cahaya dari Matahari.
Komet ini diyakini berasal dari Awan Oort, kumpulan objek kuno dan beku yang mengelilingi Tata Surya. NASA menyatakan Awan Oort masih dianggap sebagai teori karena komet-komet di sana terlalu samar dan jauh untuk diamati langsung.
Kini Bernardinelli–Bernstein sedang bergerak ke arah dalam Tata Surya, dengan titik terdekatnya ke Matahari diperkirakan terjadi pada awal tahun 2031. Gas yang keluar dari komet ini sebagian besar adalah karbon monoksida, yang bisa menguap pada suhu rendah. Para ilmuwan juga mencari formaldehida, tapi belum menemukannya.
Yang lebih menarik daripada jenis gasnya adalah bagaimana gas itu keluar. Tampaknya jet gas menyembur dari berbagai lokasi di permukaan komet yang berubah-ubah seiring waktu.
Beberapa saat sebelum diamati oleh tim ilmuwan, komet ini mengalami “ledakan aktivitas” singkat berupa kilatan terang, kemudian kembali tenang beberapa minggu setelahnya. Perilaku semacam ini mengindikasikan bahwa permukaan komet cukup aktif dan kompleks, dengan banyak aktivitas yang terjadi di bawah permukaannya.
Saat komet ini terus bergerak menuju wilayah yang lebih hangat, jenis gas lain kemungkinan besar akan mulai muncul. Para ilmuwan memperkirakan gas metana bisa mulai terlepas dalam waktu dekat, disusul etana dan mungkin amonia atau asetilena menjelang tahun 2031.
Para peneliti mengatakan komet ini bisa memberikan “jendela langka” untuk memahami komposisi benda-benda kecil di Sabuk Kuiper, objek-objek berbatu dan es yang mengorbit Matahari di luar Neptunus, dan diyakini relatif tak berubah selama miliaran tahun.
“Ketika UN271 terus mendekati Matahari,” tulis para penulis, “diharapkan senyawa volatil lainnya akan mulai aktif, mengungkapkan kimia purba yang tersimpan di dalamnya.”
Scr/Mashable