
Saluran-saluran sempit yang berkelok di antara bukit pasir Mars telah lama membingungkan para ilmuwan.
Fitur-fitur di permukaan Mars ini tidak menyerupai apa pun yang ada di Bumi. Teori awal menyebutkan bahwa aliran air mungkin telah membentuk lembah-lembah kecil ini, kemungkinan terjadi ketika Planet Merah itu memiliki iklim yang lebih hangat dan lembap miliaran tahun lalu.
Gagasan itu sangat menarik karena memberi harapan bahwa Mars mungkin pernah mendukung kehidupan.
Namun, citra terbaru dari luar angkasa mengungkap bahwa lembah-lembah tersebut bukan peninggalan masa lalu. Mereka justru terbentuk dan berubah mengikuti musim yang berganti di Mars saat ini, membuatnya semakin misterius.
Meskipun Lonneke Roelofs adalah seorang ilmuwan Bumi dari Universitas Utrecht di Belanda, ia bertekad memecahkan teka-teki luar angkasa ini. Ia menggambarkan dirinya sebagai orang yang punya minat luas dan rasa ingin tahunya itu mendorongnya untuk mempelajari proses permukaan planet lain di luar Bumi.
“Mars saat ini adalah satu-satunya planet di mana kita mengamati jenis lembah seperti ini,” kata Roelofs kepada Mashable. “Jadi, bentuk lahan ini sangat istimewa dan menarik.”
Alih-alih mengandalkan simulasi komputer seperti kebanyakan penelitian planet lain, Roelofs dan seorang mahasiswa pascasarjana melakukan eksperimen di laboratorium Universitas Terbuka (The Open University) di Inggris.
Mereka menciptakan kondisi yang menyerupai permukaan Mars, lengkap dengan tekanan udara yang sangat rendah dan pasir halus. Pada akhirnya, eksperimen tersebut berhasil mereplikasi bentuk lembah Mars, dengan cara yang mengejutkan.
Parit-parit Mars ini, yang disebut linear dune gullies (lembah bukit pasir linear), seringkali sejajar dan berakhir dengan lubang kecil di ujungnya.
Menurut Roelofs, ukurannya bervariasi antara sekitar satu hingga sembilan meter lebar dan panjangnya bisa mencapai puluhan hingga ratusan meter, tergantung pada besar bukit pasirnya.
Meski disebut linear atau lurus, banyak di antara lembah tersebut justru tampak berkelok. Dengan bantuan citra dari wahana Mars Reconnaissance Orbiter milik NASA, para ilmuwan mengamati bahwa fitur-fitur di permukaan ini berubah selama musim semi di Mars.
“Kecepatan erosi lembah-lembah ini tergantung pada seberapa cepat bukit pasir bergerak,” jelas Roelofs. “Dalam rentang waktu 10 tahun, kita bisa melihat beberapa lembah memudar, tetapi sebagian lainnya bertahan lebih lama.”
Karena Mars kini tidak memiliki air mengalir di permukaannya, para ilmuwan mempertimbangkan penjelasan lain. Salah satu hipotesis menunjuk pada bongkahan karbon dioksida beku, atau yang lebih dikenal sebagai dry ice (es kering).
Selama musim dingin di Mars, embun beku dan es kering menumpuk di atas bukit pasir gurun di belahan selatan, kadang mencapai ketebalan lebih dari 60 sentimeter. Namun ketika matahari musim semi kembali, lapisan es itu mulai mencair dan pecah, lalu bongkahannya meluncur menuruni lereng.
Dengan kata lain, sebagian ilmuwan menduga lembah-lembah tersebut terbentuk akibat semacam longsoran atau avalanche es kering. Namun belum jelas bagaimana longsoran karbon dioksida beku di udara tipis Mars dapat berbeda dengan longsoran salju di Bumi.
Di dalam ruang simulasi Mars milik laboratorium tersebut, tim Roelofs menjatuhkan balok-balok es kering di lereng dengan berbagai sudut kemiringan dan mengamati bagaimana mereka bergerak.
Hasil eksperimen menunjukkan dua perilaku berbeda, yang kemudian dipublikasikan dalam jurnal Geophysical Research Letters.
Pada lereng yang curam, es kering hanya meluncur dan meninggalkan goresan dangkal. Namun pada lereng yang lebih landai, bongkahan es menunjukkan perilaku mengejutkan: bagian bawahnya yang menyentuh pasir langsung berubah menjadi gas, tanpa melalui fase cair, lalu menyemburkan pasir di sekitarnya akibat tekanan tinggi.
Es tersebut kemudian “menggali” ke bawah seperti seekor tikus tanah, membentuk parit yang lebih dalam dan berliku.
Tiba-tiba, bongkahan es sederhana itu tampak bergerak seperti makhluk hidup. Proses itu menciptakan tonjolan di sisi-sisi parit yang disebut levees. Rekaman video eksperimen tersebut menunjukkan dengan jelas cara kerjanya. Roelofs bahkan membandingkan perilaku aneh ini dengan cacing pasir dalam film Dune.
Eksperimen juga mengungkap bahwa parit semacam ini hanya terbentuk di bukit pasir yang memiliki butiran pasir sangat halus dan seragam. Jika butirannya lebih kasar atau tajam, gerakan menggali ini tidak akan terjadi. Hal ini bisa menjelaskan mengapa lembah-lembah tersebut hanya muncul di wilayah tertentu di Mars.
Selama ini, banyak ilmuwan planet beranggapan bahwa saluran berkelok di permukaan planet menandakan adanya air yang pernah mengalir dan mengukir permukaan tersebut. Namun, setidaknya untuk Mars, anggapan itu kini terbukti tidak selalu benar.
Scr/Mashable









