Teleskop Webb Mengintip Planet Alien Seukuran Bumi: Hasilnya Mengecewakan

18.08.2025
Teleskop Webb Mengintip Planet Alien Seukuran Bumi: Hasilnya Mengecewakan
Teleskop Webb Mengintip Planet Alien Seukuran Bumi: Hasilnya Mengecewakan

Saat para ilmuwan meneliti lebih dalam sebuah sistem bintang dengan tujuh dunia berbatu, harapan untuk menemukan salah satunya yang layak huni tampaknya semakin menipis.

Para peneliti yang menggunakan Teleskop Luar Angkasa James Webb, kolaborasi antara NASA, Eropa, dan Kanada, menyimpulkan bahwa planet ketiga dari bintang TRAPPIST-1 kemungkinan besar tidak memiliki atmosfer.

Dengan begitu, itu berarti sudah ada tiga planet di sistem ini yang gagal memenuhi harapan, yang letaknya sekitar 40 tahun cahaya dari Bumi.

Temuan terbaru mengenai eksoplanet TRAPPIST-1d, yang dipublikasikan di The Astrophysical Journal pada Rabu lalu, menunjukkan hasil serupa dengan TRAPPIST-1b dan TRAPPIST-1c yang berada lebih dekat dengan bintang induknya, yakni katai merah kecil yang dikenal ganas dan tersebar luas di galaksi.

“Secara pribadi, tentu ada bagian dari diri saya yang ingin melihat tanda-tanda adanya atmosfer di TRAPPIST-1d,” ujar Caroline Piaulet-Ghorayeb, peneliti dari University of Chicago sekaligus penulis utama studi ini kepada Mashable.

“Tapi sains bukan tentang berharap pada jawaban ‘ya’, melainkan menemukan kenyataan. Jadi, di sini kita belajar bahwa TRAPPIST-1d bukanlah kembaran Bumi.”

Sistem TRAPPIST-1 pertama kali ditemukan sekitar delapan tahun lalu lewat teleskop luar angkasa Spitzer yang kini sudah pensiun. Sejak saat itu, para ilmuwan menaruh perhatian besar pada kumpulan eksoplanet tersebut untuk menilai potensi adanya kehidupan, sebab ketujuhnya berukuran mirip dengan Bumi.

Salah satu fokus utama adalah mencari tahu apakah planet-planet TRAPPIST memiliki atmosfer. Hal ini penting karena bintang katai merah adalah jenis bintang paling umum di galaksi Bima Sakti.

Jika planet-planet ini bisa mempertahankan atmosfer meski terus dihantam radiasi bintang dari jarak dekat, maka mungkin ada banyak dunia lain di luar sana yang juga mampu melakukannya.

Ketika TRAPPIST-1b dan TRAPPIST-1c ternyata tidak memiliki atmosfer, komunitas ilmiah tidak terlalu terkejut, karena sejak awal kedua planet itu memang tidak diperkirakan memilikinya mengingat posisinya yang sangat dekat dengan bintang.

Namun, kasus TRAPPIST-1d berbeda. Planet ini mengorbit bintangnya setiap empat hari sekali dan berada di tepi zona layak huni teoritis, wilayah di mana sebuah dunia berpotensi memiliki danau atau lautan di permukaannya.

Webb mempelajari TRAPPIST-1d dengan metode transmission spectroscopy. Saat sebuah planet melintas di depan bintangnya, seharusnya cahaya bintang akan menembus atmosfernya (jika ada).

Molekul-molekul di atmosfer akan menyerap panjang gelombang cahaya tertentu, sehingga para astronom bisa mendeteksi keberadaan unsur seperti uap air, metana, karbon dioksida, dan sulfur dioksida dengan melihat bagian pelangi yang hilang.

Namun, sebelum itu tim harus memperhitungkan apa yang disebut “kontaminasi bintang.” Sama seperti Matahari, katai merah bisa memiliki bintik bintang, sehingga cahaya yang dipancarkannya tidak seragam.

Variasi sinyal cahaya ini bisa menutupi atau bahkan meniru sinyal dari planet. Setelah data dikoreksi, para peneliti tidak menemukan tanda jelas adanya gas.

Artinya, para ilmuwan bisa menyingkirkan kemungkinan atmosfer tertentu, seperti atmosfer kaya hidrogen tebal ala Neptunus, atau atmosfer jernih seperti Bumi purba. Meski begitu, masih ada beberapa skenario lain.

Misalnya, planet ini mungkin memiliki atmosfer sangat tipis seperti Mars sehingga sulit dideteksi, atau atmosfer dengan awan tebal di ketinggian tinggi seperti Venus yang menutupi tanda-tanda kimia.

“Kami juga belajar sesuatu tentang cara terbaik mencari air di atmosfer planet-planet yang relatif sejuk ini,” kata Piaulet-Ghorayeb. “Mungkin transmission spectroscopy bukanlah metode yang tepat.”

Apakah bintang katai merah, yang juga dikenal sebagai bintang tipe-M, mampu memiliki planet dengan atmosfer adalah pertanyaan besar yang coba dijawab Webb.

Observatorium ini telah memulai penelitian besar-besaran pada dunia berbatu, khususnya untuk mengetahui apakah planet yang mengorbit dekat bisa mempertahankan udara.

Alih-alih transmission spectroscopy, studi ini akan menggunakan metode lain bernama secondary eclipse technique, yang bisa menghindari masalah kontaminasi cahaya bintang.

Meski hasil terbaru mengecewakan, para peneliti meminta agar sistem TRAPPIST tidak buru-buru ditinggalkan. Planet E, F, G, dan H mungkin masih punya peluang lebih besar untuk mempertahankan atmosfer karena letaknya lebih jauh dari semburan energi bintang yang dapat mengikis udara planet.

Secara khusus, para ilmuwan menantikan penelitian lebih lanjut pada TRAPPIST-1e, planet keempat dari bintang tersebut.

Tantangan bagi Webb adalah jarak orbit yang lebih jauh dan suhu lebih dingin, yang membuat pengukuran atmosfer menjadi lebih sulit.

Meski begitu, Piaulet-Ghorayeb tetap optimis dengan pencapaian ini.

“Untuk pertama kalinya, jika memang ada atmosfer mirip Bumi pada planet berbatu yang sejuk, kita bisa menemukannya,” katanya. “Dan saya rasa belum pernah ada penelitian sebelumnya, dengan instrumen apa pun sebelumnya, yang bisa mencapai tingkat ketelitian seperti ini.”

Scr/Mashable