Chris Fehn, atau Christopher Michael Fehn, menjadi salah satu ikon paling unik dalam sejarah Slipknot. Dengan topeng putih berhidung panjang mirip Pinocchio, energi liar di atas panggung, serta sifat humoris yang kontras dengan citra gelap band, Chris segera mendapat tempat spesial di hati para penggemar. Namun perjalanan kariernya tidak selamanya mulus. Di balik aksi gila dan candaan khasnya, ada kisah panjang tentang persahabatan, konflik, hingga perpisahan yang pahit.
Dari Anak Ceria hingga Pecinta Musik Rock
Lahir pada 24 Februari 1973 di Iowa, Amerika Serikat, Chris tumbuh sebagai anak ceria, humoris, dan mudah bergaul. Musik mulai memasuki hidupnya saat ia mendengarkan The Beatles di usia lima tahun. Ketertarikannya pada rock dan heavy metal berkembang pesat di usia remaja, ketika ia mulai mengoleksi kaset band-band legendaris seperti Black Sabbath, Motörhead, hingga Metallica.
Hadiah set drum pertama di ulang tahunnya menjadi titik awal perjalanan bermusik Chris. Meski menekuni musik, ia tetap mengutamakan pendidikan hingga mendapatkan beasiswa universitas dan hampir memilih jalur karier sebagai pemain golf profesional.
Masuk ke Lingkaran Slipknot
Pada tahun 1993, Chris bertemu Shawn Crahan, figur penting yang kelak membuka jalan baginya menuju Slipknot. Shawn kemudian mengenalkannya kepada Paul Gray dan Joey Jordison, dua tokoh utama di skena metal Iowa.

Chris sempat bekerja sebagai teknisi listrik dan menjadi teknisi drum Joey. Namun pada 1998, saat Brandon Darner keluar dari Slipknot, Chris direkrut masuk sebagai pemain perkusi. Beberapa hari setelah menerima tawaran itu, ia merancang topeng ikonik berhidung panjang yang kini melekat dengan identitas Slipknot.
Topeng Pinocchio
Topengnya bukan sekadar simbol jenaka. Banyak yang menganggap desain tersebut menggambarkan kepribadian Chris yang ceria namun liar. Sementara sebagian pengamat memaknainya sebagai satire terhadap komersialisasi industri musik dan kemunafikan sosial—sejalan dengan ideologi Slipknot.

Aksi panggung Chris bersama Shawn Crahan menjadi salah satu kombinasi perkusi paling brutal dan teatrikal dalam sejarah musik metal. Lompatan gila, pukulan tong, provokasi penonton, hingga humor sarkastik membuat mereka dijuluki “dua perkusionis paling berbahaya.”
Kesuksesan Global dan Sisi Gelap Chris
Tur dunia Slipknot setelah merilis album debut tahun 1999 membawa Chris ke puncak popularitas. Ia mengembangkan persona panggungnya: headbang agresif, aksi humor konyol, hingga elusan khas pada topengnya.
Namun di balik panggung, Chris pernah tenggelam dalam pesta, alkohol, dan kekacauan. Teguran dari Paul Gray—yang ia anggap seperti kakak sendiri—akhirnya membuat Chris mulai memperbaiki kebiasaan buruknya.
Dalam album kedua dan ketiga, Chris tampil lebih matang dan profesional, meski tetap mempertahankan identitas kocaknya. Ia tetap menjadi anggota yang paling sering diledek, namun justru menjadi “pencair suasana” dalam tubuh Slipknot.
Kehilangan Paul Gray dan Masa Vakum
Kematian Paul Gray pada 2010 menghantam Chris secara emosional. Chris menyebut Paul sebagai sosok pemimpin yang paling ia hormati dan orang pertama yang selalu menegurnya saat berbuat salah. Kehilangan itu membuat dinamika Slipknot berubah total.

Setelah formasi baru stabil di 2014, Slipknot merilis album pengingat untuk Paul. Namun di balik layar, tensi mulai berkembang.
Konflik Besar dan Keputusan Keluar dari Slipknot
Pada tahun 2018, hubungan Chris dengan Shawn Crahan dan Corey Taylor memanas karena masalah keuangan. Chris menilai pendapatan band tidak transparan—mulai dari tur, merchandise, hingga penjualan album.
Konflik itu memuncak pada 2019 ketika Chris mengajukan gugatan hukum terhadap dua rekannya sendiri. Slipknot resmi mengumumkan bahwa Chris Fehn telah keluar dari band, dan posisinya digantikan oleh Michael Pfaff, alias Tortilla Man.
Perpisahan tersebut mengejutkan fanbase global dan memicu perdebatan panjang di kalangan penggemar.
Ikonik, Humor, dan Energi Tanpa Batas
Meski telah meninggalkan Slipknot, sosok Chris Fehn tetap dianggap sebagai salah satu anggota paling ikonik. Para penggemar masih merindukan aksi konyolnya, kejenakaan di balik topeng Pinocchio, dan energi yang tidak tergantikan di atas panggung.
Di balik dentuman keras perkusi dan topeng horor yang ia kenakan, Chris meninggalkan jejak yang begitu kuat—jejak yang tetap hidup dalam setiap hentakan musik Slipknot yang pernah ia mainkan.










