Asosiasi Tinju Dunia Tolak Petinju dengan Gender Kontroversial

10.02.2025
Asosiasi Tinju Dunia Tolak Petinju dengan Gender Kontroversial
Asosiasi Tinju Dunia Tolak Petinju dengan Gender Kontroversial

Petinju wanita Aljazair, Imane Khelif sekali lagi didiskualifikasi dari turnamen yang diselenggarakan IBA karena tidak memenuhi syarat kualifikasi.

Perdebatan mengenai keadilan dalam olahraga wanita terus berlanjut setelah petinju Aljazair Imane Khelif dilarang berkompetisi di Kejuaraan Tinju Dunia Asosiasi Tinju Internasional (IBA). Turnamen ini akan berlangsung dari 30 April hingga 14 Mei di Beograd, Serbia, tetapi sekali lagi, IBA menyatakan Khelif tidak memenuhi kriteria kelayakan untuk berpartisipasi.

Perdebatan Tidak Ada Habisnya

“Khelif tidak memenuhi syarat untuk turnamen kami. Dia tidak memenuhi kriteria yang ditentukan. Aturan teknis IBA dengan jelas menyatakan persyaratan dan kriteria untuk turnamen ini,” kata CEO IBA Chris Roberts.

Ini adalah kali kedua berturut-turut Khelif ditolak masuk ke Kejuaraan Tinju Dunia, setelah sebelumnya ia juga didiskualifikasi dari turnamen di Tashkent (Uzbekistan) pada tahun 2023. Keputusan IBA ini tidak mengejutkan, karena organisasi tersebut telah lama mempertimbangkan masalah “keunggulan biologis” Khelif dalam pertandingan tinju wanita.

Menurut informasi yang bocor selama Olimpiade Paris 2024, IBA mengklaim bahwa Khelif memiliki kadar testosteron yang sangat tinggi dan membawa kromosom XY, meskipun masih memiliki alat kelamin perempuan – suatu kondisi medis yang dikenal sebagai sindrom Swyer.

Namun, di Olimpiade Paris, Khelif tetap diizinkan bertanding karena Komite Olimpiade Internasional (IOC) melarang IBA menyelenggarakan turnamen tinju Olimpiade karena adanya kejanggalan dalam manajemen dan perwasitan.

Artinya, IOC secara langsung menyelenggarakan turnamen dengan kriteria berbeda, sehingga memberikan Khelif kesempatan untuk berkompetisi. Peristiwa ini memicu perdebatan mengenai kriteria klasifikasi atlet dalam olahraga wanita, dan kini larangan baru dari IBA semakin memanaskan topik tersebut.

Kontroversi mengenai Khelif meningkat setelah pertandingannya dengan petinju Italia Angela Carini di Olimpiade Paris. Carini mengundurkan diri setelah hanya 46 detik, dengan alasan kesakitan setelah menerima pukulan dari Khelif.

“Saya harus berhenti demi kesehatan saya. Saya belum pernah merasakan pukulan sekuat itu sebelumnya,” ungkap Carini seusai pertandingan.

Meskipun petinju Italia itu kemudian meminta maaf kepada Khelif atas kontroversi yang muncul, insiden ini menimbulkan gelombang perdebatan sengit. Setelah Olimpiade, nama Khelif terus muncul di media, terutama ketika ia menyatakan keinginannya untuk beralih ke tinju profesional.

November lalu, jurnalis Prancis Djaffar Ait Aoudia menerbitkan sebuah laporan yang mengklaim bahwa Khelif memiliki “buah zakar yang tidak turun”, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang kelebihan fisiknya. Petinju Aljazair itu kemudian menuntut karena diduga mengungkapkan informasi medis yang belum diverifikasi, tetapi itu tidak menghentikan kontroversi tersebut menyebar lebih jauh.

Kini, dengan IBA yang terus melarang Khelif, perdebatan tersebut sekali lagi menjadi pusat perhatian dalam olahraga dunia. Larangan tersebut juga dapat berdampak pada petinju Thailand Lin Yu-Ting, yang semakin memperumit masalah.

Mantan legenda tenis Martina Navratilova mengkritik keputusan IOC, dengan mengatakan bahwa keputusan tersebut merupakan kegagalan dalam melindungi hak-hak atlet wanita: “Sangat memalukan bahwa IOC, dan terutama Thomas Bach, membiarkan kemunafikan ini terjadi.”

“Melindungi ruang olahraga wanita seharusnya menjadi hal yang lumrah. Namun kini, kita mengutamakan tubuh laki-laki (tanpa mempedulikan operasi atau hormon) di atas kepentingan perempuan,” lanjutnya.

Bukan hanya Khelif, perdebatan mengenai kriteria kelayakan dalam olahraga wanita juga telah menyebar ke banyak olahraga lainnya. Barbara Banda, yang memenangkan penghargaan Pemain Sepak Bola Wanita Terbaik BBC, juga didiskualifikasi dari Piala Wanita Afrika karena gagal dalam tes gender – suatu peristiwa yang dikutuk keras oleh Human Rights Watch.

Olahraga Wanita di Persimpangan Jalan Utama

Larangan Khelif sekali lagi menimbulkan pertanyaan tentang fair play dalam olahraga wanita. Sementara IBA dan beberapa organisasi olahraga lainnya mengatakan mereka melindungi persaingan yang adil, banyak organisasi internasional, termasuk IOC, menganggap ini diskriminatif.

Dengan berkembangnya ilmu kedokteran dan kesadaran gender, olahraga wanita memasuki periode sensitif di mana batasan antara biologi, kesetaraan, dan hak asasi manusia menjadi semakin kabur.

Dalam kasus Imane Khelif, jelas bahwa dia bukan hanya seorang petinju, tetapi juga tokoh sentral dalam perdebatan global tentang kriteria kelayakan dalam olahraga wanita.

Meski dilarang berkompetisi di turnamen resmi, Khelif belum membuat keputusan akhir tentang masa depannya. Salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah pindah ke tinju profesional, yang tidak memiliki peraturan ketat yang sama seperti IBA. Namun, apa pun jalan yang dipilihnya, nama Imane Khelif pasti akan tetap menjadi inti perdebatan yang tidak pernah berakhir tentang keadilan dalam olahraga wanita.

Bisakah olahraga menemukan keseimbangan antara daya saing dan keadilan untuk semua atlet? Atau akankah kontroversi ini berlangsung selamanya? Tentu saja, ini bukan terakhir kalinya kita mendengar nama Imane Khelif dalam diskusi olahraga global.

Scr/(mashable)